Advertorial

Cegah Stunting, STIKes Buleleng Hadirkan Inovasi Pangan Lokal di Desa Bukti

Kompas.com - 12/11/2025, 15:33 WIB

KOMPAS.com - Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes Buleleng) mengadakan Program Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Kerti Winangun dan Kader Posyandu Desa Bukti di Desa Bukti, di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali.

Kegiatan tersebut merupakan bagian dari Program Mahasiswa Berdampak Kemendiktisaintek 2025 yang digagas mahasiswa dan dosen STIKes Buleleng.

Untuk diketahui, Desa Bukti dikenal memiliki potensi pertanian yang kaya, mulai dari buah-buahan, umbi, hingga kelor. Keberadaan Banana Smart Village semakin menambah kekayaan pangan di desa ini.

Namun, di balik potensi tersebut, masyarakat di Desa Bukti masih menghadapi sejumlah masalah, seperti kekurangan gizi dan stunting pada balita.

Data menunjukkan bahwa 66,25 persen balita mengalami kekurangan gizi dengan 10 persen di antaranya terindikasi stunting. Angka ini merupakan cerminan dari masalah yang dihadapi masyarakat Desa Bukti setiap hari.

Untuk mengatasi masalah tersebut, tim mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bersama Dosen Pembimbing BEM STIKes Buleleng memanfaatkan potensi besar Desa Bukti, yaitu daun kelor, singkong, serta buah-buah lokal, seperti pepaya, mangga, dan naga.

Selama ini, masyarakat desa belum memanfaatkan hasil bumi secara optimal. Mereka hanya menjadikan kelor sebagai sayur sederhana, sedangkan singkong hanya diolah menjadi tepung mokaf.

Melalui Program Mahasiswa Berdampak, mahasiswa dan Dosen Pembimbing BEM STIKes Buleleng memperkenalkan inovasi pangan sehat berbasis kelor dan mokaf, seperti mi kelor mokaf dan pai buah mokaf.

Produk tersebut diolah tanpa bahan pengawet, rendah kalori, dan ramah bagi penderita diabetes ataupun intoleransi gluten.

Selain itu, kandungan zat besi dan kalsium dari kelor juga membuat makanan ini dapat menjadi pangan unggulan untuk ibu hamil dan anak-anak. Ini sekaligus dapat menjadi upaya pencegahan stunting yang efektif.

“Kami tidak tahu kalau daun kelor bisa dijadikan tepung dan punya nilai jual tinggi. Sekarang kami bisa buat produk yang lebih sehat dan menarik,” ujar Ketua Kelompok Tani Ternak Kerti Winangun I Made Suparta dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (12/11/2025).

Pemberian teknologi antropometri di posyandu. DOK. STIKes Buleleng Pemberian teknologi antropometri di posyandu.

Selain inovasi pangan, mahasiswa bersama dosen pembimbing juga membawa teknologi tepat guna ke desa, mulai dari mesin pengering dan penepung kelor, mesin pembuat dan perebus mi, hingga mesin pengemas otomatis.

Selain itu, kelompok tani juga dibekali mesin penetas telur ayam agar mereka mampu mengembangkan usaha peternakan secara berkelanjutan.

Ketua Pelaksana Program Dr Ns I Wayan Antariksa, MKep, mengatakan bahwa teknologi yang dibawa ke Desa Bukti berdampak besar untuk mendorong produktivitas masyarakat desa.

“Kami berharap, masyarakat tidak sekadar menerima bantuan, tapi mampu mengolah, memasarkan, dan mengelola produk mereka secara mandiri,” kata I Wayan Antariksa.

Melalui program tersebut, ibu rumah tangga yang sebelumnya hanya membantu di ladang kini dilatih menjadi bagian dari rantai produksi pangan sehat. Mereka belajar mengemas, menghitung biaya produksi, serta memasarkan produk melalui platform digital, seperti Shopee dan TikTok Shop.

Sementara itu, kader Posyandu Desa Bukti mendapatkan pelatihan pengukuran antropometri sesuai standar Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kini, data tinggi dan berat badan balita tidak lagi dicatat manual, tetapi diinput melalui aplikasi digital “SmartGrowth” melalui aplikasi Sistem Informasi Gizi Anak (SIGIZI).

Aplikasi tersebut dapat menilai status gizi anak, memberi rekomendasi Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan mendeteksi risiko stunting lebih dini. Hasilnya, 80 persen kader kini mampu menggunakan alat antropometri dengan benar. Saat ini, 90 persen data balita sudah tercatat secara digital.

“Dulu, kami harus menulis manual dan menghitung sendiri. Sekarang, datanya langsung muncul di aplikasi,” kata Ketua Kader Posyandu Desa Bukti Ni Kadek Suastrini.

Dampak nyata

Dalam kurun waktu singkat, program ini langsung memberikan dampak nyata. Produksi tepung kelor, mi kelor mokaf, dan pai buah mokaf mencapai 400 buah per produk dalam tiga bulan pertama. Ini membuat pendapatan keluarga anggota kelompok tani meningkat 15 persen.

Pelatihan dan pendampingan istri KTT Kerti Winangun pembuatan mie mocaf kelor dan pie buah. DOK. STIKes Buleleng Pelatihan dan pendampingan istri KTT Kerti Winangun pembuatan mie mocaf kelor dan pie buah.

Lebih dari itu, masyarakat kini bangga karena produk lokal mereka memiliki nilai jual dan manfaat kesehatan tinggi.

Program ini juga mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), terutama pada pilar “Kehidupan Sehat dan Sejahtera” serta “Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi”. Dengan melibatkan perempuan dan pemuda desa, kegiatan ini menjadi contoh ekonomi hijau dan inklusif yang lahir dari desa.

Inisiatif yang dilakukan STIKes Buleleng, kelompok tani, dan kader posyandu di Desa Bukti membuktikan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak harus dimulai dari modal besar, tapi dari niat dan kolaborasi. Teknologi yang dipadukan dengan kearifan lokal bisa menjadi kunci untuk menciptakan generasi bebas stunting dan desa yang mandiri pangan.

“Kami berharap, inovasi dari Desa Bukti bisa menjadi inspirasi bagi desa lain di Indonesia,” tutur dosen kebidanan sekaligus anggota pelaksana kegiatan, Putu Dian Prima Kusuma Dewi.

Sebagai bagian dari Mahasiswa Berdampak 2025, program tersebut didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STIKes Buleleng.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau