Advertorial

DAIS Menggerakkan Yogyakarta: Kota Makin Tertib, UMKM Tumbuh, Budaya Hidup Kembali

Kompas.com - 16/11/2025, 14:40 WIB

KOMPAS.com - Di tengah hiruk pikuk Malioboro, suara gamelan dari kejauhan berpadu dengan derap langkah wisatawan di antara kios batik dan aroma kopi yang menyeruak.

Di balik pesona klasik itu, Yogyakarta kini menampilkan wajah baru yang lebih tertata, inklusif, dan berdaya, seiring menguatnya berbagai program pembangunan di daerah istimewa ini.

Transformasi itu lahir dari pengelolaan Dana keistimewaan atau DAIS, kebijakan fiskal yang dirancang untuk memperkuat nilai budaya, menggerakkan ekonomi rakyat, serta memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah istimewa.

Program yang difasilitasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan itu menunjukkan bahwa kebijakan transfer ke daerah bukan sekadar perkara alokasi anggaran, melainkan juga mampu menjadi penggerak perubahan sosial dan ekonomi di tingkat akar rumput.

Dari trotoar Malioboro ke teras modern

Dahulu, ratusan pedagang kaki lima berderet di sepanjang trotoar Malioboro. Kini, kawasan ikonik itu menampilkan wajah yang berbeda.

Lebih dari 1.000 pedagang telah direlokasi ke Teras Malioboro Beskalan dan Ketandan. Dua pusat perdagangan baru ini dirancang lebih tertata modern, tapi tetap mempertahankan napas budaya Yogyakarta.

Relokasi tersebut bukan sekadar pemindahan lokasi, melainkan langkah transformasi sosial yang memperkuat ekosistem wisata dan perdagangan di jantung kota.

Di kawasan baru yang memiliki ruang publik dan amfiteater, para pedagang kini menjadi bagian dari lingkungan wisata belanja yang lebih bersih, tertib, dan nyaman.

“Sekarang kami punya tempat yang lebih nyaman dan pembeli lebih banyak,” ujar seorang pedagang pernak pernik khas Yogyakarta di Teras Malioboro Beskalan dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (13/11/2025).

Geliat ekonomi tidak hanya terjadi di pusat kota. Perubahan juga terasa hingga ke desa-desa melalui program SiBakul Jogja.

Pemerintah daerah berkolaborasi dengan platform digital, seperti Grab, Paxel, POS Indonesia, DifaBike, dan Jogjakita untuk menghadirkan subsidi ongkos kirim bagi pelaku UMKM.

Hingga September 2025, program tersebut mencatat 60.300 transaksi dengan omzet mencapai Rp 8,65 miliar. Rasio efektivitas bantuan ongkir terhadap omzet tercatat delapan kali lipat.

Inisiatif tersebut menjadi katalis digitalisasi UMKM di Yogyakarta. Banyak pelaku usaha yang sebelumnya hanya menjual produk secara lokal kini mampu menembus pasar luar daerah, bahkan luar negeri.

“Kalau dulu jualannya cuma di Pasar Beringharjo, sekarang pesanan datang dari Malaysia dan Singapura lewat marketplace,” tutur seorang pengrajin batik asal Kotagede.

Dukungan bagi usaha kecil juga hadir melalui kegiatan Pameran UMKM Desa Prima dan Desa Preneur yang didanai DAIS. Kegiatan ini mampu membuka ruang bagi perempuan desa untuk berwirausaha berbasis budaya lokal.

Beragam produk, mulai dari kuliner tradisional hingga kriya inovatif, telah menembus pasar nasional dan tampil di pameran berskala ekspor seperti JIFFINA dan IFEX.

Museum dan atraksi budaya yang kembali hidup

Di sisi lain, bidang kebudayaan menjadi ruh utama dalam pengelolaan DAIS. Program Wajib Kunjung Museum yang digagas Dinas Kebudayaan DIY sampai dengan bulan September telah membawa 1.579 siswa dari 23 sekolah untuk mengunjungi 17 museum di Yogyakarta, mulai dari Museum Affandi hingga Museum Gunung Api Merapi.

Empat unit bus khusus disediakan untuk menjemput peserta dari sekolah yang berjarak jauh dari pusat kota.

“Anak-anak jadi tahu sejarah Yogyakarta. Tidak hanya dari buku,” ucap seorang guru pendamping dari Kulon Progo.

Program tersebut menjadi bukti bahwa pelestarian budaya dapat hadir melalui pendekatan edukatif yang langsung dirasakan generasi muda.

Yogyakarta juga terus menghidupkan berbagai acara budaya yang memperkaya interaksi publik.

Pentas Selasa Wagen di kawasan Keraton, Pekan Budaya Tionghoa, Jogja Fashion Carnival, hingga ArtJog menjadi arena yang mempertemukan seniman muda dan maestro lokal.

Festival tradisi, seperti Lomba Dalang Anak dan Remaja, Festival Macapat, serta Anugerah Kebudayaan menegaskan bahwa seni klasik tetap tumbuh berdampingan dengan kreativitas generasi baru.

Perubahan signifikan juga terlihat di sektor pariwisata. Melalui dukungan DAIS, pemerintah DIY menata ulang sistem parkir di kawasan heritage Malioboro agar lebih teratur, aman, dan ramah pejalan kaki.

Pembangunan Gedung Parkir Ketandan dan Parkir Beskalan, disertai revitalisasi area Abu Bakar Ali, menghadirkan pengalaman wisata yang lebih tertib tanpa menghilangkan karakter khas kota budaya ini.

Selain penataan parkir, dukungan DAIS menjangkau pembangunan infrastruktur lain, seperti peningkatan jalan Prambanan–Gayamharjo dan jalan Tegalsari–Klepu.

Penyediaan layanan air bersih masyarakat di Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul juga menjadi prioritas.

Seluruh pembangunan dilakukan dengan prinsip keberlanjutan serta mempertimbangkan nilai budaya lokal sehingga modernisasi tetap berakar pada keistimewaan Yogyakarta.

Seniman dan warga jadi pelaku, bukan penonton

Yogyakarta dikenal sebagai kota seni dan DAIS berperan menjaga tradisi itu tetap hidup. Melalui pendanaan yang konsisten, para seniman mendapat ruang untuk berkreasi dalam berbagai festival, seperti ArtJog, Pentas Selasa Wagen, serta Festival Dalang Anak dan Remaja.

Pemerintah juga memberikan Anugerah Kebudayaan kepada seniman dan budayawan yang berkontribusi dalam pelestarian nilai serta tradisi lokal.

Pentas Selasa Wagen. Dok. Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat Pentas Selasa Wagen.

Partisipasi masyarakat menjadi elemen penting dalam ekosistem ini. Warga kini tidak hanya menjadi penonton, tetapi turut terlibat langsung dalam berbagai kegiatan pariwisata.

Berbagai acara, seperti Pekan Budaya Tionghoa, Festival Anggrek dan Bonsai, dan Lomba Burung Berkicau Piala Raja Hamengku Buwono X menarik ribuan peserta dari berbagai daerah.

Rangkaian kegiatan tersebut membawa multiplier effect yang signifikan. Lama kunjungan wisatawan juga meningkat. Sementara, pendapatan pelaku usaha lokal di sektor perhotelan dan kuliner ikut terdongkrak.

Kelembagaan berdaya, pelayanan semakin istimewa

Kelembagaan adalah jantung tata kelola pemerintahan yang istimewa. Sejak 2023, Dana keistimewaan menjadi motor penggerak lahirnya inovasi pelayanan publik yang memperkuat kualitas birokrasi di Yogyakarta.

Hingga kini, tercatat ada empat inovasi di tingkat Pemda DIY serta 31 inovasi di tingkat kabupaten, kota, dan kalurahan yang berkembang serta memberi dampak nyata bagi masyarakat.

Keberhasilan lain yang patut diapresiasi adalah penerapan budaya pemerintahan SATRIYA yang mencakup nilai selaras, akal budi luhur dan jatidiri, teladan dan keteladanan, rela melayani, inovatif, yakin dan percaya diri, serta ahli dan profesional.

Budaya itu diterapkan di seluruh wilayah DIY yang terdiri atas empat kabupaten dan satu kota serta menjadi ruh bagi aparatur pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik yang berintegritas dan humanis.

Tanah kalurahan, sumber kesejahteraan baru

Dalam urusan pertanahan, dana keistimewaan menunjukkan perannya dalam memperkuat kalurahan sebagai pusat kemandirian ekonomi masyarakat.

Pada 2024, program Bantuan Keuangan Khusus ke kalurahan dijalankan di 12 kalurahan yang tersebar di Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman.

Salah satu contoh keberhasilan terlihat di Kalurahan Merdikorejo, Kabupaten Sleman. Melalui program Optimalisasi Pemanfaatan Tanah Kalurahan, masyarakat mengembangkan berbagai jenis tanaman, termasuk budi daya melon secara hidroponik.

Hasil panen yang mencapai nilai puluhan juta rupiah menunjukkan bahwa pemanfaatan tanah kalurahan dapat menjadi sumber kesejahteraan baru bagi warga setempat.

Ketika tata ruang menjadi cerita keistimewaan

Aspek tata ruang menjadi wajah nyata keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian. Dana keistimewaan berperan penting dalam menata ruang hidup masyarakat agar selaras dengan nilai budaya serta kebutuhan zaman.

Pada 2024, Pemda DIY mengalokasikan anggaran dana keistimewaan untuk pengadaan 40 becak kayuh bertenaga alternatif yang diserahkan kepada tiga koperasi becak di DIY.

Program itu tidak hanya menghadirkan inovasi transportasi ramah lingkungan, tetapi juga menjaga identitas Yogyakarta sebagai kota yang ramah dan berbudaya.

Revitalisasi Pasar Sentul juga menjadi bukti perhatian terhadap ekonomi rakyat dan penataan ruang kota yang lebih humanis.

Pasar tersebut tidak hanya dipugar secara fisik, tetapi juga dihidupkan kembali sebagai ruang sosial dan budaya tempat interaksi warga berlangsung secara alami.

Menjaga keistimewaan, merawat masa depan

Lebih dari satu dekade sejak DAIS pertama kali digulirkan pada 2013, Yogyakarta mulai memetik hasil dari berbagai program yang dijalankan.

Kota tersebut tumbuh dengan tata ruang yang lebih tertib, UMKM yang semakin berdaya, serta generasi muda yang kian dekat dengan sejarah dan budayanya.

Dana keistimewaan menjadi bukti bahwa nilai budaya dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan fiskal.

Selain menjaga warisan masa lalu, DAIS juga berperan menyiapkan masa depan Yogyakarta yang lebih mandiri, kreatif, dan berbudaya.

Ke depan, tantangan Yogyakarta terletak pada upaya menjaga keberlanjutan. Penguatan akuntabilitas, perluasan partisipasi publik, serta pemanfaatan data sebagai dasar pengambilan kebijakan juga menjadi langkah yang perlu diprioritaskan.

Namun, dengan semangat gotong royong dan kreativitas yang tidak pernah padam, Yogyakarta telah menunjukkan satu hal penting, yakni keistimewaan bukan dijaga dengan kata kata, melainkan melalui karya dan hasil yang nyata.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau