KOMPAS.com – PT BNP Paribas Asset Management (PT BNP Paribas AM) menggelar BNP Paribas Investment Forum 2025, wadah dialog yang mempertemukan pengelola investasi, pemilik modal, pakar ekonomi, dan pemangku kebijakan untuk membahas arah perekonomian global serta peluang investasi, khususnya pada 2026 mendatang.
Forum tersebut diikuti oleh investor institusi, investor ritel, mitra, dan kelompok mahasiswa di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Kamis (20/11/2025).
Mengangkat tema “Opportunities in a Shifting World”, BNP Paribas Investment Forum 2025 bertujuan membantu investor, baik nasional maupun global, menavigasi perubahan global dengan strategi berkelanjutan yang relevan.
Chief Market Strategist and Co-Head Investment Insights Centre BNP Paribas AM London Daniel Morris menyampaikan pandangannya mengenai faktor penting yang akan menggerakkan perekonomian Amerika Serikat (AS) pada 2026.
“Kekuatan ekonomi AS tahun depan akan ditopang oleh permintaan konsumen yang tetap tangguh meski sedikit melambat akibat tekanan tarif. (Sementara itu), faktor paling signifikan berasal dari lonjakan investasi bisnis, terutama yang berkaitan dengan teknologi kecerdasan buatan (AI),” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (21/11/2025).
Menurut prediksinya, investasi di sektor AI akan terus berlanjut seiring meningkatnya nilai investasi perusahaan. Sektor manufaktur AS juga diperkirakan kembali pulih setelah sempat tertekan, didorong oleh insentif tarif yang meningkatkan produksi dalam negeri.
Presiden Direktur PT BNP Paribas AM Maya Kamdani menyampaikan komitmen BNP Paribas dalam mendukung para pemangku kepentingan mendorong perubahan ekonomi yang berkelanjutan.
Perusahaan tersebut menyoroti tiga sektor yang dinilai memiliki potensi besar dan akan menarik bagi investor pada tahun 2026.
Fokus utamanya mencakup diversifikasi lintas wilayah, pengembangan sektor tematik seperti kecerdasan buatan dan energi baru terbarukan, serta peningkatan praktik tata kelola.
“Kami akan terus berupaya dan berkomitmen untuk mendampingi dan menemukan peluang di tengah dunia yang terus berubah, serta memulai perjalanan menuju transisi keberlanjutan,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa komitmen BNP Paribas Asset Management diharapkan dapat memperkuat kolaborasi, tidak hanya dengan investor, tetapi juga dengan regulator dan pihak-pihak terkait lainnya.
Head of Stewardship BNP Paribas AM APAC Jane Ho menambahkan, perspektif environmental, society, and governance (ESG) secara regional telah mengalami kemajuan. Sayangnya, ia menilai hal itu berjalan pragmatis.
Pemerintah, korporasi, dan masyarakat harus menyadari sepenuhnya tentang perubahan masa depan. Perubahan iklim, secara lambat atau cepat, dapat mengubah arah investasi.
Jane mengungkapkan, diperlukan aksi keberlanjutan jangka panjang agar berdampak luas. BNP Paribas sendiri berfokus pada tata kelola dan mempertimbangkan keberlanjutan. Tujuannya agar perusahaan dan investor saling menguntungkan, baik secara laba maupun sosial.
“BNP Paribas memandang keberlanjutan sebagai pendekatan yang strategis. Hal itu dilakukan mulai dari tingkat regional, lalu ke tingkat global. Dalam konteks regional contohnya, pemerintah dan korporasi di Indonesia sudah punya standar yang bagus dan penting untuk (menjalankan) kolaborasi,” jelasnya.
Di sisi lain, Jane melihat peran penting Indonesia dalam pengembangan ekonomi dan SDM di kawasan. Sumber daya alam (SDA) seperti solar dan geotermal berperan penting bagi Indonesia dalam mendorong ekonomi yang berkelanjutan dan SDM yang kompetitif.
Jane menilai, keduanya dapat menjadi strategi utama untuk meningkatkan kepercayaan investor meningkatkan modal investasi.
“Untuk pemimpin perusahaan agar memiliki kepedulian dalam keberlanjutan, jangan dipikirkan sebagai resiko atau hambatan,” tegas Jane.
Peran pemerintah juga penting untuk mengomunikasikan kebijakan secara transparan. Direktur Investasi PT BNP Paribas AM Djumala Sutedja mengatakan, pemerintah perlu membuka ruang diskusi bagi investor untuk mendengarkan aspirasi.
Investor memerlukan policy certainty (kepastian kebijakan) untuk meningkatkan investasi pada pasar domestik.
“Masalah terbesar dengan persepsi investor asing ke Indonesia adalah policy uncertainty (ketidakpastian kebijakan). (Terutama) kalau ada kebijakan (yang) sifatnya jangka pendek, kan market butuh asuransi dari pemerintah juga,” ucap Djumala.