Disutradarai Johansyah Jumberan, Kuyank menggali asal-usul legenda kuyang, yakni salah satu urban legend paling terkenal dan mencekam dari Kalimantan. Tak sekadar horor, film ini hadir dengan pendekatan budaya kuat yang dibangun lewat riset dan proses produksi yang dilakukan sepenuhnya di Kalimantan.
Untuk menjaga keaslian cerita, seluruh proses syuting dilakukan di berbagai lokasi Kalimantan dan menggunakan sekitar 50 persen dialog bahasa Banjar. Keterlibatan talenta lokal juga cukup besar, termasuk musisi Jeff Banjar yang kembali menggarap soundtrack dalam bahasa Banjar, mengulang kesuksesan viral di film Saranjana.
Dari sisi pemain, Kuyank diperkuat aktor dan aktris papan atas, antara lain Rio Dewanto, Barry Prima, Jollene Marie, Ochi Rosdiana, Dayu Wijanto, Ananda George, Hazman Al Idrus, serta sejumlah talenta dari Kalimantan. Kombinasi ini menghadirkan warna baru pada karakter dan dinamika budaya dalam film.
Produksi Kuyank disebut lebih besar dibandingkan pendahulunya. Efek visual digarap oleh LMN Studio, studio VFX yang telah menangani berbagai proyek film nasional dan internasional. Pendekatan ini membuat sosok kuyang tampil lebih detail, realistis, dan menegangkan.
Drama keluarga dan tekanan adat
Di balik teror yang menjadi sorotan utama, Kuyank menyisipkan drama keluarga yang kuat. Cerita berfokus pada perjuangan seorang perempuan menghadapi tekanan budaya, adat, hingga ancaman gaib yang mengguncang rumah tangganya.
Film ini mencoba membawa horor ke level baru, tak hanya menakut-nakuti, tapi juga memberi kedalaman emosional tentang keputusan, cinta, dan konsekuensinya.
Sebagai informasi, penayangan perdana di JAFF ke-20 menjadi langkah penting bagi Kuyank sebagai film yang mengangkat kekayaan budaya Kalimantan ke panggung internasional. Setelah itu, film ini siap menyapa penonton Indonesia di bioskop mulai 29 Januari 2026.