Advertorial

Mengenal Azoospermia, Kondisi Sperma Kosong yang Picu Infertilitas Pria

Kompas.com - 21/12/2025, 16:20 WIB

KOMPAS.com — Azoospermia atau yang dikenal sebagai sperma kosong merupakan kondisi medis serius pada pria yang berhubungan dengan infertilitas. Kondisi ini ditandai dengan tidak ditemukannya sperma sama sekali di dalam cairan mani.

Spesialis Andrologi Eka Hospital Grand Family PIK Christian Christoper Sunnu menjelaskan bahwa secara kasat mata, air mani pada penderita azoospermia sering terlihat encer dan bening seperti air. Azoospermia sendiri menyumbang sekitar 20 persen dari kasus infertilitas pria di dunia

Lebih lanjut, Christian menuturkan bahwa di Indonesia, diperkirakan sekitar 4–6 juta pasangan usia subur mengalami infertilitas atau kesulitan memiliki anak.

“(Masalah tersebut dikarenakan) sekitar 30 persen di antaranya disebabkan oleh faktor pria. Selain itu, terjadi penurunan jumlah sperma pria lebih dari 50 persen dalam 50 tahun terakhir,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (20/12/2025).

Penyebab azoospermia sangat beragam, mulai dari faktor lingkungan hingga kondisi medis tertentu. Polusi, gaya hidup tidak sehat, merokok, konsumsi alkohol, makanan tinggi gula dan pengawet, kualitas tidur yang buruk, stres, gangguan hormon, hingga infeksi menjadi faktor yang kerap ditemukan.

Secara medis, azoospermia terbagi menjadi dua tipe utama, yaitu azoospermia obstruktif dan non-obstruktif. Azoospermia obstruktif terjadi akibat adanya sumbatan pada saluran reproduksi pria.

Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh infeksi lama, misalnya akibat hubungan seksual tanpa pengaman, trauma berat pada area testis, atau faktor genetik. Pada kondisi ini, produksi sperma sebenarnya masih terjadi, tetapi tidak dapat keluar bersama cairan mani.

Sementara itu, azoospermia non-obstruktif disebabkan oleh gangguan produksi sperma. Faktor pemicunya antara lain gaya hidup tidak sehat, merokok, konsumsi makanan ultra-olahan atau ultra processed food, gangguan genetik, kekurangan hormon, dan penggunaan hormon secara sembarangan.

Infeksi seperti gondongan atau Covid-19, penggunaan obat-obatan tertentu, hingga varikokel juga bisa menjadi pemicu gangguan produksi sperma.

Menurut Christian, baik azoospermia obstruktif maupun non-obstruktif tergolong sulit diatasi. Hingga kini, belum ada terapi yang mampu meningkatkan jumlah sperma dari nol hingga kembali normal sepenuhnya.

Pada kasus azoospermia non-obstruktif, terapi seperti suntik hormon atau stem cell dapat membantu meringankan kondisi. Namun, terapi tersebut tidak menjamin pemulihan jumlah sperma secara optimal.

Karena jumlah sperma yang sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali, banyak pasangan dengan kondisi azoospermia harus menempuh program bayi tabung atau in vitrofertilization (IVF) untuk memiliki keturunan. Meski demikian, harapan terhadap perkembangan terapi kesuburan di masa depan masih terbuka.

Christian menekankan pentingnya menjaga kesehatan testis sejak dini. Testis merupakan satu-satunya organ yang berfungsi memproduksi sperma. Jika mengalami kerusakan, sangat sulit untuk dikembalikan ke kondisi semula.

Ia juga mengingatkan bahwa pasien azoospermia kerap tidak menunjukkan gejala fisik yang jelas.

Namun, pada kasus yang disebabkan oleh kekurangan hormon, sejumlah tanda dapat muncul, seperti ereksi pagi yang jarang atau tidak ada, gairah seksual menurun, ereksi tidak maksimal, serta perkembangan karakteristik seksual sekunder yang tidak optimal.

“Tanda lainnya bisa berupa tubuh mudah lelah, massa otot kecil, suara tetap tinggi seperti anak-anak, serta minimnya pertumbuhan rambut di ketiak atau area kemaluan,” imbuhnya.

Christian pun menyarankan pria yang mengalami gejala tersebut untuk segera berkonsultasi ke dokter spesialis andrologi guna mendapatkan evaluasi dan penanganan yang tepat. Layanan andrologi, salah satunya tersedia di Eka Hospital Grand Family PIK, dapat membantu proses deteksi dan penanganan sejak dini.

“Kesadaran terhadap kesehatan reproduksi sebaiknya tidak menunggu hingga menikah atau menghadapi masalah kesuburan. Menjaga pola hidup sehat sejak dini menjadi kunci utama dalam mencegah gangguan fungsi testis di kemudian hari,” ucap Christian.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau