Kompas.com – Setelah dua tahun pemulihan pascapandemi yang eksplosif, didorong oleh fenomena revenge travel, 2025 terasa relatif lebih tenang dan stabil bagi sebagian besar pelaku industri wisata.
Meski kondisi tenang itu kerap disalahpahami sebagai perlambatan, 2025 nyatanya merupakan tahun rekalibrasi. Selama periode tersebut, masyarakat Indonesia mulai menetapkan pola perjalanan yang semakin matang dan jelas.
Pergeseran tren tersebut diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa perjalanan domestik naik 17,9 persen secara tahunan hingga Oktober 2025.
Oleh karena itu, 2025 dinilai menjadi tahun yang penting bagi tiket.com selaku online travel agency (OTA) pertama di Indonesia. Perjalanan tidak lagi berfokus pada frekuensi dan jarak bepergian, tetapi pada kebersamaan keluarga, pengalaman yang berkualitas, serta fleksibilitas waktu dan anggaran.
Perubahan itu tecermin jelas dalam perilaku konsumen. Berdasarkan survei tiket.com yang dianalisis oleh Lokadata, 73 persen wisatawan domestik menyatakan tujuan utama mereka bepergian dilatarbelakangi alasan personal, seperti liburan keluarga, quality time bersama orang terdekat, atau jeda singkat dari rutinitas harian.
Dengan demikian, perjalanan kini dipandang sebagai sarana emotional recharge untuk beristirahat, kembali terhubung, dan menciptakan kenangan bersama orang terdekat.
“Era revenge travel sudah berakhir. Masyarakat Indonesia tetap bepergian, tapi kini dengan tujuan yang lebih dalam dan keputusan yang lebih cerdas,” ujar Co-Founder dan Chief Marketing Officer tiket.com Gaery Undarsa dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (23/12/2025).
Salah satu tanda paling jelas dari transisi tersebut adalah realokasi. Sepanjang 2025, transaksi perjalanan di tiket.com terus tumbuh, dengan pemesanan akomodasi naik 20 persen secara tahunan. Transaksi transportasi pun turut meningkat sebanyak 23 persen.
Sementara itu, lonjakan terbesar datang dari kategori atraksi wisata yang tumbuh 38 persen. Lonjakan itu khususnya didorong oleh destinasi keluarga seperti taman bermain dan atraksi hiburan.
Pergeseran juga terlihat pada pilihan transportasi. Harga tiket pesawat yang tinggi mendorong wisatawan untuk mencari alternatif transportasi lain yang lebih terjangkau dan fleksibel, seperti kereta dan bus.
Hal itu juga didukung dengan peningkatan transportasi kereta yang semakin nyaman, konektivitas darat yang semakin luas, serta kemudahan akses yang menjadikan perjalanan darat, khususnya jarak pendek hingga menengah, semakin ekonomis dan menyenangkan.
Pola serupa pun muncul pada sektor akomodasi. Hunian non-hotel seperti vila tumbuh lebih cepat dibanding hotel tradisional, mencerminkan peningkatan preferensi wisatawan terhadap akomodasi yang menawarkan privasi, ruang, dan pengalaman personal, terutama bagi keluarga dan rombongan.
“Kami melihat wisatawan kini semakin memprioritaskan kenyamanan, ruang pribadi, dan fleksibilitas, terutama saat bepergian bersama keluarga atau teman,” ujar Gaery.
Pilihan akomodasi juga semakin beragam, seiring dengan kebutuhan untuk menyesuaikan jenis perjalanan dengan tipe akomodasi yang berbeda.
“Di saat yang sama, mereka juga meningkatkan kualitas pengalaman itu sendiri, entah melalui konser premium, tur privat di Labuan Bajo, atau seharian penuh bermain di taman hiburan keluarga. Pergeseran ini bukan menuju berkurangnya perjalanan, melainkan menuju perjalanan yang lebih bermakna,” tambahnya.
Tren lain yang mendefinisikan 2025 adalah bagaimana sebuah perjalanan direncanakan. Perilaku wisatawan cenderung semakin momentum-driven, dengan kalender libur menjadi acuan utama dalam mengambil keputusan.
Hal itu terlihat dari lonjakan pencarian dan pemesanan menjelang akhir pekan panjang, hari libur nasional, dan momen besar seperti hari raya.
Akibatnya, perjalanan singkat tumbuh pesat sepanjang tahun. Micro-vacations yang berlangsung 1–3 hari memungkinkan wisatawan memaksimalkan waktu terbatas sekaligus tetap mendapatkan manfaat emosional dari perjalanan liburan.
Perjalanan singkat pun terbukti efektif sebagai sarana recharge tanpa harus menempuh jarak jauh atau biaya besar.
Outlook Pariwisata 2026
Jika 2025 menjadi tahun rekalibrasi, maka 2026 diproyeksikan akan menjadi tahun akselerasi industri untuk memenuhi ekspektasi tersebut.
Dengan banyaknya akhir pekan panjang dan hari libur nasional yang sudah tercatat dalam kalender, pola perjalanan singkat diperkirakan akan semakin intensif. Perjalanan domestik juga akan terus meningkat, dengan perjalanan keluarga sebagai salah satu pendorong terkuat pergerakan pariwisata.
Hiper-personalisasi yang diprediksi menjadi mesin pertumbuhan berikutnya mendorong OTA seperti tiket.com untuk tidak hanya sekadar menawarkan berbagai pilihan, tetapi juga dapat mengantisipasi kebutuhan wisatawan.
Seorang pengguna yang mencari tiket kereta ke Yogyakarta, misalnya, bisa jadi sedang merencanakan akhir pekan keluarga, jelajah budaya, atau liburan singkat. Disinilah platform berperan dalam mengkurasi opsi transportasi, akomodasi, dan atraksi yang relevan untuk menyederhanakan pengambilan keputusan pengguna.
Perjalanan luar negeri juga diperkirakan bangkit kembali. Seiring kapasitas penerbangan di kawasan Asia-Pasifik yang kembali normal dan proses visa yang semakin mudah, destinasi seperti Jepang, Singapura, dan Thailand, diproyeksikan kembali mendapatkan momentum.
Pada saat sama, batas antara pembelian tiket pesawat, hotel, dan atraksi semakin kabur. Minat pencarian atraksi di tiket.com tumbuh 146 persen pada 2025, menandakan pergeseran kuat menuju perjalanan yang lengkap dan berorientasi pada pengalaman.
Evolusi itu mengarah pada masa depan pariwisata sebagai “Travel as a Service”, sebuah pengalaman terpadu yang bernilai, dibeli sebagai satu perjalanan terintegrasi, alih-alih transaksi terpisah.
Keberlanjutan juga memainkan peran penting dalam perjalanan memasuki fase berikutnya. Berdasarkan temuan dari laporan tiket.com, perilaku ramah lingkungan kini menjadi bagian dari perjalanan, dengan 67 persen responden melaporkan pernah menginap di akomodasi ramah lingkungan.
Maka dari itu, tantangan berikutnya adalah menjadikan opsi berkelanjutan lebih mudah ditemukan, lebih mudah dipahami, dan terintegrasi secara mulus dalam proses pemesanan.
2025 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia bukan kehilangan minat untuk bepergian, melainkan menjadi lebih bijak dalam menentukan prioritas, menggunakan anggaran, dan melakukan perjalanan.