Sukses Budidaya Lele, Berawal dari Inovasi

Kompas.com - 06/11/2015, 10:59 WIB


Banyak yang bilang memelihara ikan lele itu mudah. Kata orang awam, cukup meletakkan kandang ayam di atas kolam, lalu ikan lele dapat tumbuh dengan subur dari kotoran ayam. Kenyataannya, membudidayakan lele dengan kualitas dan kuantitas tinggi tidaklah semudah itu.

Kelompok pembudidaya ikan lele di Desa Kebun Tanjung Seumantoh Kec. Karang Baru, Kab. Aceh Tamiang telah merasakannya. Mereka sempat hampir putus asa. Saat membudidayakan lele, ternyata tingkat kematian ikan peliharaan mereka cukup tinggi.

“Di tahun 2011 kami mendatangkan benih lele dari Sumatera Utara untuk kami budidayakan, namun gagal karena sebagian besar mati,” ujar Bambang, ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) Lele Tanah Berongga.

Tetapi titik cerah datang di tahun 2012. POKDAKAN Lele Tanah Berongga mendapat keterampilan baru dalam pembenihan serta penggunaan teknologi budidaya lele. Sejak 2012 POKDAKAN Lele Tanah Berongga juga punya kolam baru untuk pembudidayaan lele. Bantuan tersebut mereka peroleh dari Pertamina EP Field Rantau yang memberi pelatihan dan bimbingan bagi para pembudidaya. Alhasil, mereka sanggup menciptakan suplemen pakan lele dengan bahan dasar rempah-rempah yang dinamai jamu herbal lele.

Jamu tersebut terbukti mampu meningkatkan daya tahan tubuh lele sehingga tingkat kematiannya menjadi hampir nol persen. Dengan mengonsumsi jamu, tubuh lele jadi lebih padat, sehingga saat dipanen timbangannya lebih berat, tidak berlendir, bau amis, dan dapat dipanen lebih cepat.

“Dengan jamur herbal lele ini, peningkatan hasil panen lele kami cukup signifikan. Bila normalnya 1.000 benih lele menghasilkan 75 sampai 100 kilogram lele dalam waktu tiga bulan, sekarang mampu menghasilkan 120 sampai 130 kilogram lele hanya dalam 75 hari,” tutur Bambang.

Ibu-ibu menguliti lele. (Dok. Pertamina)

Inovasi-inovasi hasil pelatihan dari Pertamina EP Field Rantau tidak berhenti sampai di situ. Pada tahun 2014, POKDAKAN Lele Tanah Berongga menerapkan sistem berkebun sayuran akuaponik di sekitar kolam lele. Sistem ini bermanfaat untuk menjernihkan air kolam lele. Kolam lele yang semakin lama semakin keruh dan tercemar amoniak dari kotoran dan pakan lele dialirkan ke sistem akuaponik sebagai media tanam. Dengan begitu, air yang mengalir kembali dari sistem akuaponik ke kolam lele menjadi jernih.

“Kami cukup menghemat penggunaan air karena dengan sistem akuaponik ini kami tidak perlu lagi membuang separuh air kolam dan mengisinya dengan air baru,” kata Bambang.

Manfaat yang dihasilkan sistem akuaponik bukan hanya untuk kebersihan kolam lele. Air kotor dari kolam lele yang dialirkan ke sistem tersebut justru menjadikan tanaman sayuran subur karena kandungan kotoran lele mampu jadi nutrisi bagi tanaman.

Kolam lele dengan sistem akuaponik. (Do. Pertamina)

Teknologi budidaya lain yang diterapkan oleh POKDAKAN Lele Tanah Berongga adalah teknologi padat tebar, yaitu melipatgandakan jumlah benih lele yang ditebar dalam satu kolam. Tujuan teknologi yang mulai dikembangkan pada tahun 2015 ini adalah mempersingkat masa panen.

Hasil panen POKDAKAN Lele Tanah Berongga dijual seharga Rp16.000 per kilogram. Dalam sebulan kelompok pembudidaya ikan lele ini mampu memanen tiga ton lele, sehingga mereka mengantongi omzet sekitar Rp48 juta.

Peningkatan pendapatan yang terbilang cukup pesat itu menjadi daya tarik bagi para anggota kelompok dan warga desa lainnya untuk bergerak aktif dalam pembudidayaan lele. Mereka menambah jumlah kolam lele dari yang awalnya berjumlah enam, kini menjadi 100 kolam. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com