Brandzview

"ATM Beras", Bentuk Kasih Sayang Orang Sunda di Purwakarta!

Kompas.com - 22/03/2017, 12:03 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com – Salah satu budaya orang Sunda yang masih terjaga hingga sekarang ini adalah beas perelek. Di beberapa daerah orang masih melakukan hal itu, di antaranya wilayah Priangan Timur, seperti Kabupaten Garut, Tasik, Sumedang, dan Bandung.

Di tempat-tempat tersebut beas perelek tumbuh subur di tengah masyarakat dengan sendirinya. Termasuk masyarakat Sunda di Purwakarta.

Namun di daerah ini, beas perelek lebih masif dibandingkan daerah lainnya. Ini karena program beas perelek langsung dikomando oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi melalui Peraturan Bupati tentang Desa Berbudaya.

Tak hanya itu. Purwakarta bahkan meluncurkan program e-perelek. Namun, tahun lalu, perda tersebut dicabut Kementerian Dalam Negeri karena beberapa alasan.

Meski demikian, desa-desa tetap melaksanakan program beas perelek karena merupakan bagian budaya Sunda yang harus dijaga dan dilestarikan. Ini juga merupakan bukti kepedulian kepada sesama.

"Beas perelek ituspirit kasih sayangnya orang sunda. Tradisi itu terbangun dalam dunia pertanian secara sistemik tanpa masuk dalam formalisme berbentuk aturan," ujar Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, pekan lalu.

Seperti saat orang Sunda akan menanam padi. Biasanya mereka menggelar "salametan" (selamatan) tanpa berpikir akan panen, untung atau tidak. Begitu juga ketika panen dan padi masuk leuit, orang Sunda melakukan selamatan lagi.

"Padi yang baru akan masuk leuit. Untuk dikonsumsi, orang Sunda akan mengambil padi yang sudah lebih lama di dalam leuit," tuturnya.

Ketika memasak nasi, orang Sunda harus mengingat orang lain. Itulah alasan mereka menyisihkan segenggam beras setiap menanak nasi. Genggaman beras tersebut disimpan dalam ruas bambu yang ada di depan rumah.

Beras yang ada dalam ruas bambu di tiap rumah itu nantinya akan dikumpulkan. Setelah terkumpul, beras digunakan untuk menyelesaikan kekurangan pangan di masyarakat.

"Beras ini akan diberikan pada orang miskin, orang tua yang tidak memiliki penghasilan. Intinya untuk memenuhi pangan di daerah tersebut," paparnya.

Namun, bagi daerah yang berkecukupan, beras tersebut bisa dijual untuk keperluan kampung. Misalnya membeli kursi, katel, wajan, seeng, untuk keperluan dapur umum ketika ada acara kampung ataupun datang musibah.

"Saya yang tinggal di desa mengalami itu. Secara umum disimpan di ruas awi. Ruas awi digunakan orang Sunda untuk menyimpan, termasuk menabung. Pengambilan (beas perelek) ada juga yang tiap malam oleh petugas ronda. Sebagian kecilnya digunakan untuk "ngaliwet" petugas ronda," tuturnya.

Dok Humas Pemkab Purwakarta Bagi daerah yang berkecukupan, beas perelek bisa dijual untuk keperluan kampung. Misalnya membeli kursi, katel, wajan, seeng, untuk keperluan dapur umum ketika ada acara kampung ataupun datang musibah.
Dedi mengatakan, selain bentuk kepedulian terhadap sesama, beas perelek merupakan cara untuk menyelamatkan nasi yang tidak dimakan. Karena biasanya, nasi yang dimasak selalu bersisa.

"Nah, itu diantisipasi dengan mengambil segenggam agar bermanfaat. Daerah yang membudayakan beas perelek sangat hidup," ucapnya.

Namun bagi beberapa daerah industri di Purwakarta, biasanya beas perelek dikonversikan dalam bentuk uang.

"Segenggam beras itu berapa rupiah," ucapnya.

Perbedaan Purwakarta dengan daerah lain, meski daerah industri yang tinggal di perumahan dan bertetangga dengan pendatang, akulturasi budaya luar tidak berpengaruh banyak. Justru pendatang itulah yang menyesuaikan dengan adat kebiasaan di Purwakarta.

Beas perelek memang tradisi kuno. Tapi, cara ini terbukti sudah sangat membantu warga Purwakarta, mulai penurunan angka raskin hingga ada satu desa yang berhasil membangun masjid dengan bantuan beas perelek.

ATM Beas Perelek

Saat ini Pemerintah Kabupaten Purwakarta sedang membangun sistem ATM beas perelek. Sama halnya dengan ATM biasa, ATM ini bisa digunakan untuk mengambil beras.

"Jadi, nanti orang yang tidak mampu akan mendapatkan kartu. Mereka tinggal menggesekkan kartu untuk mendapat bantuan beras," ucapnya.

Program beas perelek pun masuk dalam rancangan Peraturan Daerah Desa Mandiri. Perda ini untuk menggantikan Peraturan Bupati yang dibatalkan tahun lalu.

Antropolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Nanet Prihatini Ambaretnani, mengatakan beas perelek adalah warisan budaya nenek moyang masyarakat Sunda dari generasi ke generasi.

Menurut dia, beas perelek merupakan indigenous knowledge atau kearifan lokal untuk mengembangkan social capital bagi orang-orang yang membutuhkan, misalnya orang sakit, orang meninggal, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

"Jadi, masuk dalam prinsip gotong-royong. Untuk itu cari pandangan hidup orang Sunda. Diadopsi lagi pada masa sekarang untuk kesejahteraan masyarakat oleh pemerintah Purwakarta. Ini ide yang bagus. Mengangkat kebudayaan lokal yang warisan pemikiran masa lalu ke masa kini," tutupnya.

RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau