Kilas daerah

Pelajaran Kitab Kuning Khas Purwakarta Minta Diperluas

Kompas.com - 21/04/2017, 12:13 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Pelajaran kitab kuning yang dimasukan ke dalam salah satu mata pelajaran muatan lokal sekolah umum di Kabupaten Purwakarta mendapatkan respon dukungan besar dari para santri dan ulama Nadhlatul Ulama (NU) tingkat nasional.

Pada Minggu (16/4/2017) lalu digelar Musabaqoh Tilawatil Qutub atau Lomba Baca Kitab Kuning oleh santri Garda Bangsa pusat di Purwakarta. Kegiatan yang akan dilaksanakan sampai tingkat nasional itu bertujuan meningkatkan semangat para pelajar muslim untuk memahami kitab kuning. Tak tanggung-tanggung, juara pertama lomba ini mendapat hadiah umrah.

Ketua Dewan Kerja Nasional Garda Bangsa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Syamsurizal meminta Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi meneruskan program pelajaran kitab kuning di seluruh sekolah se-Jawa Barat. Menurut dia, dengan memahami kitab kuning warga akan semakin toleran sebagai muslim di negara yang majemuk ini.

"Dengan pelajaran kitab kuning kami mengapresiasi program Dedi Mulyadi yang berupaya merubah stigma tuduhan gerakan teroris dan radikalisme selama ini kepada pesantren. Jangan sampai ada salah paham tentang stigma pesantren, karena dalam pemahaman kitab kuning justru orang akan semakin toleran," jelas Cucun. 

Cucun menilai, jika selama ini ada yang mengaku santri dan mudah sekali menghina atau menghujat orang lain, pendidikan pesantrennya belum lengkap. Santri yang telah memahami dan mendalami kitab kuning akan berpikir beberapa kali saat akan berperilaku tak terpuji seperti itu.

"Selama ini, jika ada yang mengaku santri dan mudah sekali mengejek atau menghina orang, itu pendidikannya tak lengkap, karena pesantrennya cuma sekilas," ujar Cucun.

Selama ini Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dipandang para santri Nahdliyin sebagai salah satu tokoh Jawa Barat yang memberikan dorongan di semua bidang. Dengan diberlakukannya pelajaran kitab kuning masuk ke sekolah umum, tokoh ini mendapatkan dukungan penuh dari para santri NU.

"Seluruh santri yang ada di seluruh Indonesia siap menjadikan Dedi menjadi guru bangsa. Garda Bangsa PKB pun siap mengantarkan dan mengusung seorang santri NU, yakni Dedi Mulyadi, menjadi gubernur," jelas Sekretaris Fraksi PKB DPR RI ini.

Dok Humas Pemkab Purwakarta Bupati Purwakarta Dedi Mubersama Ketua DKN Garda Bangsa PKB Cucun Syamsurizal, saat membuka acara Musabaqoh Tilawatil Qutub atau lomba baca kitab kuning di Pemda Purwakarta, Minggu (16/4/2017).
Santri Jadi Guru

Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengapresiasi dukungan para santri Nahdliyin melalui Ketua Umum Garda Bangsa PKB. Seluruh gagasannya melalui program Pemkab Purwakarta selama ini diakui oleh para kiai dan ulama serta santri yang memahami mendalam ajaran Islam sebenarnya.

"Para santri dan ulama di Purwakarta sudah 526 orang yang dijadikan pengajar kitab kuning di sekolah umum dan digaji pemerintah. Menurut saya, tidak adil kalau lulusan pesantren tak memiliki peluang menjadi pengajar di sekolah umum," ujar Dedi.

Dengan program kitab kuning masuk pelajaran di sekolah umum, tambah Dedi, akan membuka peluang pekerjaan bagi lulusan santri pesantren. Para pengajar nantinya tak hanya berasal dari lulusan akademik perguruan tinggi umum saja.

"Program ini sudah dimulai di Purwakarta dan bisa diaplikasikan lebih luas lagi," tambahnya.

Selain pelajaran kitab kuning bagi warga muslim, Dedi pun telah menyiapkan muatan lokal sejenis sesuai pemeluk agamanya masing-masing. Bahkan, lanjut dia, saat pelajaran kitab kuning bagi warga muslim, warga nonmuslim disediakan tempat khusus untuk mengajarkan pelajaran muatan lokalnya tersebut.

IRWAN NUGRAHA/KONTRIBUTOR PURWAKARTA

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau