Kilas daerah

Dedi Mulyadi dan Hikmah Perjalanan ke Gua Hira

Kompas.com - 26/05/2017, 11:16 WIB
PURWAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang kepulangannya ke Tanah Air, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berkunjung ke tempat-tempat bersejarah dalam peradaban Islam. Dedi baru saja selesai melaksanakan ibadah umrah di Makkah bersama keluarga dan para guru.
 
Salah satu kunjungannya adalah Gua Hira, Rabu (17/5/2017) lalu. Gua Hira adalah tempat ber-tahannuts atau kontemplasi Nabi Muhammad SAW dan menerima wahyu pertama.
 
Di tempat itu Dedi mengaku merasakan refleksi nyata perjuangan Nabi dan Rasul terakhir itu dalam membangun peradaban Islam.
 
Untuk mencapai gua yang hanya bisa digunakan untuk satu orang tersebut, dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam mendaki. Rute jalan berupa perbukitan ini dikenal dengan nama Jabal Nuur itu.
 
Dedi mengatakan, paling tidak ada tiga hikmah yang bisa dia petik saat menjalani perenungan di dalam gua tersebut. Menurut dia, Gua Hira merupakan tempat yang menjadi awal dari sistematika ajaran Islam.
 
"Karena fakta sejarah mengatakan, di tempat inilah Rasulullah SAW menerima wahyu pertama berupa Surat Al Alaq. Sistematika ajaran Islam itu berawal dari sini, diturunkan melalui Surat Al Alaq," kata Dedi.

Dedi, yang berkunjung ke Gua Hira mengenakan pakaian khas Sunda lengkap dengan ikatnya itu, mengatakan bahwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW menjadi momentum kebangkitan ilmu pengetahuan bagi umat manusia.

"Perintahnya Iqra, bacalah. Ini perintah untuk menggali ilmu pengetahuan dengan metodologi membaca," lanjutnya.

Selain kedua hal itu, menurut Dedi, Gua Hira merupakan simbol perjuangan dan kerja keras manusia, dalam hal ini Nabi Muhammad SAW. Perjuangan itu untuk meraih petunjuk dari Allah SWT bagi umatnya.

"Ini simbol perjuangan dari sosok manusia sempurna untuk mendapatkan petunjuk. Bagi yang rindu sosok Rasulullah SAW, silakan berkunjung ke sini," ujarnya.

Di depan Gua Hira, Dedi menjalankan shalat sunah menghadap langsung ke Baitullah. Dari atas bukit Jabal Nuur itu, kilau cahaya Masjidil Haram di Mekkah tampak jelas terlihat.

Seusai shalat dan berdoa, Dedi diminta oleh Warga Negara Indonesia yang kebetulan berada di tempat itu untuk berfoto bersama.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau