Paleis op de Dam dan Stadhuis Batavia

Kompas.com - 09/06/2010, 21:44 WIB

KOMPAS.com -- Bagi mereka yang baru pertama kali melintas Lapangan Dam (de Dam), Amsterdam, sangat boleh jadi ada yang membuat terhenyak. Meski dari atas trem yang bergerak cepat, melintas  de Dam membuat ingatan melayang ke Jakarta. Bukan karena Monumen Nasional, pastinya, tapi karena si Paleis op de Dam atau Istana Dam. Melihat Paleis op de Dam tak bisa tidak, memang seperti sedang memandang gedung balai kota yang kini jadi Museum sejarah Jakarta (MSJ). 

Juni tahun lalu, Istana Dam sudah kembali dibuka untuk umum, setelah selama sekitar enam tahun tutup karena dipugar, dengan membayar tiket sebesar 7,50 Euro atau sekitar Rp 90.000 (dengan kurs Rp 12.000). Bangunan dari pertengan abad 17 ini biasa digunakan Ratu Beatrix saat menerima tamu kenegaraan.

Jacob van Campen mendesain Paleis op de Dam sebagai balai kota Amsterdam. Pada masanya, gedung balai kota itu jadi kebanggaan warga Kota Amsterdam. Kota lain di Belanda kemudian terinspirasi oleh desain van Campen, yaitu kota di sebelah tenggara Belanda, Maastricht. Balai Kota Maastricht pasti akan juga mengingatkan warga Jakarta pada sebuah gedung yang sebentar lagi genap berusia tiga abad, gedung eks Balai Kota Batavia.      

Terinspirasi dari kebesaran Balai Kota Amsterdam itulah, kemudian arsitek Willem Jorisz van der Velde (sesuai Hans Bonke dan Anne Handojo) atau WJ van de Velde (sesuai Adolf Heuken) merancang balai kota baru di abad 18. Lantas bagaimana kemudian bentuk lengkung bagian atas pintu masuk stadhuis itu berubah menjadi segitiga dan berakhir dengan semakin mirip Paleis op de Dam?  

Itu akibat perubahan kebijakan di abad 19, di mana pelaksanaan hukuman digelar di halaman balai kota, sehingga perubahan di bagian muka gedung, khususnya di pintu masuk perlu dilakukan. Tak ada data pasti, termasuk foto stadhuis di awal 1800-an. Hans Bonke dan Anne Handojo dalam Dari Stadhuis Sampai Museum pun hanya menuliskan, pada 1801-1802 pintu masuk diperlebar sehingga cukup tempat untuk memasang panggung guna melaksanakan hukuman mati.

Dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta tertulis, sebagai balai kota, tempat itu digunakan untuk mengurus keperluan warga seperti mendaftarkan pernikahan, untuk bersidang dalam ruang pengadilan, sebagai tempat perlindungan anak yatim piatu, sebagai penjara, tempat eksekusi hukuman mati dan cambuk. Intinya, sebagai tempat di mana orang bicara. Maka gedung itu pun pernah mendapat julukan sebagai Gedung Bicara.

Di 50 tahun kemudian, gaya neo klasik merajai arsitektur bangunan utama. Atap bagian muka Stadhuis Batavia yang semula melengkung diubah menjadi segitiga pada 1830. Lambang VOC dan lambang negara yang menghiasi stadhuis sejak diresmikan pada 7 Juli 1710, dibongkar. Patung Dewi Keadilan bertengger di atas atap segitiga. Foto-foto stadhuis kebanyakan menunjukkan saat atap pintu masuk stadhuis sudah berubah menjadi segitiga, yaitu di atas tahun 1860-an. Data foto maupun lukisan di bawah tahun itu sulit ditemukan,    

Perubahan itu terjadi sejak Gubernur Jenderal van Overstraten, J Siberg, hingga HW Daendels, kemudian di masa Inggris berkuasa – TS Raffles,  du Buis de Gisignies di tahun 1830, dan terus berlanjut.

Foto-foto tentang Batavia kemudian baru banyak dihasilkan oleh juru foto dari Woodbury  & Page setelah tahun 1870. Dari sana terlihat bahwa dalam 20 tahun kemudian, wajah stadhuis pun berubah banyak, khususnya bagian muka. Patung Dewi Keadilan pun kemudian hilang. Selain berubah wajah, gedung ini juga kemudian beberapa kali berubah  fungsi hingga menjadi MSJ.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau