Pencak silat

Dari Mata Turun ke Hati

Kompas.com - 24/02/2012, 01:53 WIB

Iko Uwais yang memerankan tokoh Yuda merantau ke Jakarta dari daerah asalnya, Sumatera Barat. Saat merantau, pemuda yang menguasai bela diri Silat Harimau ini bertemu dengan yatim piatu, Adit dan Astri.

Kakak-beradik itu sedang diincar jaringan perdagangan manusia yang dikendalikan Ratger. Berusaha menyelamatkan Astri yang hendak dijual, mereka bertiga semula melarikan diri.

Yuda yang lelah bersembunyi memutuskan melawan gerombolan itu. Tentu saja, sang lakon memamerkan keahlian pencak silat saat melawan musuhnya dengan gagah berani.

Film Merantau garapan Gareth Evans yang dibintangi Iko Uwais itu secara tak langsung membuat pencak silat makin berkibar. Sebagai seni bela diri asli Indonesia, pencak silat tak kalah bersaing dengan olahraga bela diri lain seperti karate, taekwondo, juga jujitsu.

Yuda bertualang ke Jakarta menghadapi berbagai tantangan yang menempanya menjadi pria dewasa. Keahlian menguasai pencak silat menyelamatkan diri dan dua temannya.

Bekal kemampuan bela diri juga menjadi tujuan Nadya Nakhoir (17) tentang motivasinya mengikuti pencak silat. ”Pencak silat kan bela diri, jadi pas. Soalnya, saya pengin (belajar pencak silat) buat jaga diri sendiri,” kata siswa yang berguru di Tapak Suci, Malang, ini.

Semula Nadya tak mempunyai wawasan luas tentang berbagai jenis bela diri. Namun, karena ia duduk di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Malang, jenis bela diri yang diajarkan ya pencak silat.

Demikian juga saat masuk Madrasah Aliyah Negeri 1 Malang, satu-satunya bela diri yang dia kenal hanya pencak silat. Dari sekadar ikut agar bisa menjaga diri, Nadya makin menyukai pencak silat.

”Pelatih saya pernah bilang, sepertinya bagus kalau (saya) diikutkan ke pertandingan,” tuturnya.

Nadya pun mulai mengikuti pertandingan, diawali dengan tingkat internal. Hingga kini ia berusaha memperbaiki prestasi, apalagi dalam Pekan Olahraga Nasional 2011 di Surabaya, Nadya belum meraih sukses.

Kesukaannya pada pencak silat terus menguat. Bukan lagi sekadar ingin bisa bela diri, Nadya jatuh cinta pada pencak silat.

”Saya jadi tahu pencak silat yang asli Indonesia, jadi bangga karena berarti ikut melestarikan kekayaan Indonesia biar enggak hilang,” paparnya.

Apalagi bila dibandingkan bela diri lain, pencak silat di perguruan Tapak Suci mempunyai keunggulan yang tidak tergantikan, yaitu ada unsur dakwah Islam. Dia menjadi makin mantap di jalur yang telah dipilih.

”Pencak silat termasuk bela diri, asli Indonesia, dan ada dakwahnya. Semua itu meliputi unsur yang saya perlukan, termasuk mendapat beasiswa. Jadi saya bisa meringankan beban orangtua,” kata Nadya.

Porsi latihan

Lain lagi dengan Sarah Tria Monita (16), pelajar SMAN Olahraga Jawa Timur. Gadis kelahiran Lampung ini memang menyukai bela diri sehingga sewaktu kelas I SMP dia memilih jujitsu. Setahun berlatih, dia menghentikan latihan karena tangannya cedera.

”Saya juga ikut voli, akhirnya pelatih voli meminta saya berhenti jujitsu,” tuturnya mengenang.

Waktu masuk SMA dan pindah ke Surabaya, Sarah masih memendam keinginan untuk berlatih bela diri. Kebetulan teman kakaknya pelatih pencak silat di Sawunggaling.

”Saya coba-coba saja, alhamdulillah cocok,” ungkap anak bungsu dari tiga bersaudara yang menjuarai kategori kelas F putri remaja dalam Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2011 di Riau ini.

Jadwal latihan yang padat sama sekali tidak membuatnya gentar. Meski berlatih dua kali sehari dan dalam seminggu hanya libur sehari, tekad Sarah malah makin bulat untuk berprestasi.

”Saya pengin menjadi atlet dan berprestasi setinggi-tingginya biar bisa memajukan Indonesia di mata dunia,” ungkap Sarah bersungguh-sungguh.

Berbeda lagi dengan Rizqi Achmad Maulidin. Pelajar kelas XI SMA Negeri 5 Malang ini semula bergabung dengan pencak silat atas saran ayahnya yang melatih di perguruan Al-Hidayah. Agar tidak manja, Rizqi bergabung dengan perguruan Tapak Suci.

”Wah, pertama rasanya setengah hati, enggak enak, capek,” ujarnya.

Motivasinya baru terdongkrak setelah mengikuti kompetisi antarpelajar di tingkat daerah. Dalam kompetisi-kompetisi tersebut, dia perlahan menjadi juara.

”Kalau ikut kejuaraan (kita) jadi senang, dapat medali dan bikin bangga pelatih, juga orangtua,” tutur Rizqi.

Apalagi badannya bisa kurus, tidak lagi seperti sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu SD, Rizqi gemuk, juga waktu masih SMP. Pada awal keikutsertaan di pencak silat, dia terpaksa menurunkan berat badan karena tak ada kelas yang sesuai.

Dengan porsi latihan enam kali dalam seminggu, dia sama sekali tidak merasa sekolahnya terganggu. Rizqi baru berlatih sepulang sekolah.

”Waktu SD belum terlalu forsir untuk pertandingan. Sekarang kalau latihan mengarah ke pertandingan karena saya ingin juara,” ungkapnya.

Promosi

Rizqi juga bangga karena keikutsertaannya dalam pencak silat secara tak langsung mempromosikan olahraga bela diri asli Indonesia tersebut. Terkadang orang-orang di sekitarnya tidak mengerti perbedaan pencak silat dengan bela diri lain.

”Malahan ada orang yang tidak tahu pencak silat, tetapi sekarang teman-teman mengerti, ada lho yang namanya pencak silat,” ujarnya bangga.

Secara terpisah, pelatih pencak silat Indonesia dalam SEA Games 2011, Karyono, mengutarakan, secara umum regenerasi pencak silat berlangsung baik. Beberapa sekolah memasukkan pencak silat sebagai salah satu ekstrakurikuler.

Selain itu, minat pelajar untuk menekuni pencak silat pun makin tinggi karena adanya iming-iming beasiswa. Biasanya dalam kejuaraan-kejuaraan, atlet berprestasi mendapat penghargaan berupa beasiswa.

”Hanya saja ada memang kelas-kelas tertentu yang minim regenerasi, misalnya putri kelas 60 kilogram ke atas,” paparnya.

Selain ekstrakurikuler di sekolah-sekolah, siswa yang memiliki minat khusus untuk berprestasi biasanya masuk ke SMAN olahraga. Mereka mendapat pelatihan dan materi khusus sehingga keterampilan mereka terus diasah.

Namun, cabang olahraga yang juga termasuk budaya Indonesia ini terkadang kurang mendapat dukungan dari pihak lain. Karyono mencontohkan, jika atlet masih duduk di bangku SMA, adakalanya sulit saat mesti mengikuti kompetisi.

”Untuk dapat izin tidak masuk (sekolah) saja susah,” ungkapnya tentang kondisi yang perlu dibenahi untuk pembinaan pencak silat.

Pencak silat terus berkembang, bukan lagi dipandang sebagai olahraga kuno. Dari mata turun ke hati, banyak yang mulai menyukai dan akhirnya jatuh cinta pada pencak silat. Di sini pembenahan mutlak dilakukan agar minat anak baru tidak mengendur.(FABIOLA PONTO)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau