Advertorial

Sekjen Kemendagri Tidak Pernah Menyatakan 400.000 ASN ataupun yang Berpenghasilan di Bawah Rp 7 Juta Berhak Menerima Zakat

Kompas.com - 29/01/2024, 18:44 WIB

KOMPAS.com - Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yudia Ramli menjelaskan bahwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro tidak pernah menyebutkan bahwa aparatur sipil negara (ASN) yang berpenghasilan di bawah Rp 7 juta atau 400.000 ASN berhak menerima zakat.

Hal tersebut disampaikan Yudia selaku perwakilan Kemendagri untuk meluruskan informasi terkait beredarnya pemberitaan media terkait pernyataan Sekjen Kemendagri dalam acara TASPEN Day “Muda Berkarya Tua Bahagia Bersama TASPEN” di Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Pada acara itu, Sekjen Kemendagri menyampaikan materi dengan topik “Peran Kemendagri dalam Peningkatan Kesejahteraan ASN pada Pemerintah Daerah”.

Suhajar menyebutkan bahwa dari 4,2 juta ASN, 400.000 di antaranya harus dimaklumi sebagai golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) karena berpenghasilan di bawah Rp 7 juta.

“Sekarang, penerima zakat itu ada batasnya. Orang berpenghasilan (di bawah) berapa dianggap penerima zakat. Ternyata, pegawai negeri sipil (PNS) kalau golongan II boleh menerima zakat. Hanya saja yang namanya PNS, kalau masuk dalam bansos sudah ribut. Padahal, mungkin sama-sama susah juga,” ujar Suhajar dalam kesempatan tersebut, mengutip siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (29/1/2024).

Yudia menjelaskan bahwa Suhajar sama sekali tidak pernah mengucapkan bahwa ASN yang berpenghasilan di bawah Rp 7 juta berhak menerima zakat.

Menurut Yudia, konteks pada kutipan tersebut mengacu pada ASN golongan I dan II dengan gaji yang diterima dalam rentang Rp 1.560.800 untuk golongan I/a hingga Rp 3.820.000 untuk golongan II/d yang dianggapnya sebagai MBR.

ASN golongan itu pun jadi memiliki keterbatasan lantaran daya belinya kurang dari Rp 7 juta per bulan (belum menikah) dan kurang dari Rp 8 juta per bulan (sudah menikah).

“Apabila disimak lebih lengkap, Suhajar justru menyampaikan jika PNS masuk dalam kelompok penerima bantuan sosial (bansos), termasuk zakat, malah akan menjadi permasalahan di tataran masyarakat,” ujar Yudia.

Yudia menambahkan, pemberitaan terkait 10 persen ASN yang berhak menerima zakat mungkin mengalami kesalahan pengutipan sehingga menyebabkan masalah ini viral.

Padahal, Suhajar menyatakan dengan jelas di forum TASPEN Day bahwa ada peluang 10 persen atau 400.000-an orang ASN masuk ke dalam kelompok MBR.

Hal itu sesuai dengan Keputusan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) Nomor 22 Tahun 2023.

“PNS kelompok MBR ini berhak mendapatkan insentif demi kebebasan PPN untuk mendapatkan rumah subsidi. Sekjen Kemendagri Suhajar tidak pernah menyatakan bahwa 400.000-an PNS berhak menerima zakat,” kata Yudia.

Pada Taspen Day, lanjut Yudia, Suhajar justru malah memotivasi ASN agar bangga dan konsekuen dengan pilihan kariernya sebagai pelayan masyarakat, meskipun gaji yang didapatkan tidak sebesar dibandingkan profesi lain.

“Beliau (Suhajar) meminta para PNS untuk tetap memberikan pengabdian terbaik kepada masyarakat. Ia mengatakan, berapa pun gaji yang diterima PNS, mari kita tetap mengabdi karena itulah pilihan kita. Kira-kira seperti itu (maksudnya),” ucap Yudia.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau