Advertorial

Skrining dan Deteksi Dini Jadi Kunci Tingkatkan Angka Kesembuhan Kanker Payudara

Kompas.com - 13/03/2024, 18:35 WIB

KOMPAS.com – Data Global Burden Cancer (Globocan) 2022 menyebutkan bahwa kanker payudara masih menduduki peringkat pertama sebagai kanker dengan kasus terbanyak di Indonesia dan tingkat kematian tinggi.

Padahal, edukasi mengenai kanker payudara semakin masif dilakukan dalam lima tahun terakhir. Kanker payudara juga memiliki tingkat kesembuhan tinggi jika terdeteksi dini.

Selain deteksi dini, perawatan kanker yang cepat dan tepat juga menjadi strategi penting dalam pencegahan kematian akibat kanker payudara.

Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Surabaya, dr Nina Irawati, SpB(K)Onk-KL, mengatakan, kanker payudara yang terdeteksi secara dini—ketika masih kecil dan belum menyebar—lebih mudah diobati dengan tuntas.

“Pemeriksaan secara berkala merupakan cara yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi dini kanker payudara,” ucap dr Nina dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (21/2/2024).

Kanker payudara, lanjut dia, sering ditemukan setelah gejala muncul. Namun, banyak pula perempuan menderita kanker payudara tanpa merasakan gejala di awal. Oleh sebab itu, pemeriksaan kanker payudara secara rutin begitu penting.

Baca juga: Gandeng BPJS Kesehatan, Mayapada Hospital Mudahkan Akses Layanan Radioterapi

Deteksi dini dengan Sadari dan Sadanis

Dokter Nina menjelaskan, deteksi dini berarti menemukan dan mendiagnosis penyakit lebih awal, bahkan sebelum gejala muncul.

Sementara, skrining merujuk pada serangkaian tes dan pemeriksaan yang digunakan untuk menemukan penyakit pada seseorang yang tidak memiliki gejala apa pun.

“Skrining, khususnya untuk kasus kanker payudara, dilakukan untuk menemukan sel kanker sedini mungkin sebelum sampai menyebabkan gejala, seperti benjolan di payudara yang bisa dirasakan,” ujar dr Nina.

Kanker payudara yang ditemukan selama skrining diharapkan masih berukuran kecil sehingga kemungkinan penyebaran di luar payudara juga kecil.

Lewat skrining serta deteksi dini, ukuran kanker payudara dan penyebarannya bisa diketahui. Dengan begitu, prospek atau tahap penanganan berikutnya juga bisa diprediksi.

Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan dua cara sederhana, yakni pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan pemeriksaan payudara secara klinis (SADANIS) yang dilakukan oleh tenaga medis terlatih.

Kemudian, skrining payudara biasanya dilakukan dengan pemeriksaan mamografi yang nantinya dapat ditunjang juga oleh ultrasonografi (USG) payudara ataupun magnetic resonance imaging (MRI) payudara jika diperlukan.

Berkaitan dengan itu, Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Bandung, dr Francisca Badudu, juga menekankan bahwa perempuan harus mengenali bentuk payudara sendiri. Jadi, mereka dapat lebih waspada jika terdapat perubahan, baik yang terlihat maupun terasa, dengan Sadari.

“Walaupun manfaatnya terbatas, Sadari sebaiknya dilakukan sebulan sekali pada hari ketujuh sampai kesepuluh saat menstruasi. Jika ditemukan perubahan, segera konsultasi ke dokter,” tegas dr Francisca.

Dokter Francisca mengatakan bahwa American Cancer Society (ACS) tidak mewajibkan Sadanis secara rutin. Namun, bukan berarti Sadanis tidak boleh dilakukan sama sekali.

Baca juga:Pasien Kanker Payudara Berpeluang Sembuh 90 Persen bila Dideteksi Lebih Dini

Dalam beberapa situasi, misalnya bagi perempuan yang ragu dengan perubahan bentuk payudara atau memiliki faktor risiko tinggi, Sadanis dapat dilakukan bersamaan konseling tentang risiko dan pemeriksaan deteksi dini lain.

Rekomendasi Skrining untuk perempuan berisiko

Dokter Nina—yang kerap mengikuti program fellowship bedah rekonstruksi untuk kanker di berbagai negara—mengatakan, berdasarkan ACS, terdapat panduan pemeriksaan untuk dua kelompok perempuan, yaitu perempuan yang berisiko tinggi terkena kanker dan perempuan dengan risiko rata-rata (perempuan pada umumnya).

“Perempuan dianggap memiliki risiko rata-rata jika dia tidak memiliki riwayat pribadi kanker payudara, riwayat keluarga kanker payudara, atau mutasi genetik yang diketahui meningkatkan risiko kanker payudara yang dapat diketahui dengan tes tertentu. Kelompok ini juga belum pernah menjalani terapi radiasi dada sebelum usia 30 tahun,” jelas dr Nina.

Sesuai rekomendasi ACS, perempuan berusia 40 sampai 44 tahun dengan risiko rata-rata bisa mulai melakukan skrining rutin berupa mamografi secara berkala sekali dalam setahun.

Sementara, perempuan berusia 45 sampai 54 tahun direkomendasikan melakukan mamografi minimal sekali setiap tahun secara rutin.

Adapun perempuan berusia 55 tahun ke atas dapat melakukan mamografi sekali setiap satu atau dua tahun.

“Pada intinya, dalam kondisi yang sehat, mamografi diharapkan terus berlanjut dan dilakukan secara rutin,” ucap dr Nina.

Masih berdasarkan rekomendasi ACS, perempuan yang memiliki risiko tinggi terkena kanker payudara sebaiknya menjalani mamografi dan MRI minimal sekali setiap tahun secara rutin.

Pemeriksaan tersebut bisa dilakukan untuk perempuan yang berusia mulai dari 30 tahun dengan beberapa faktor risiko, seperti memiliki riwayat keluarga kanker payudara, misalkan pada ibu atau nenek, mempunyai mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 berdasarkan hasil tes genetik, serta pernah menjalani terapi radiasi di area dada saat berusia antara 10 dan 30 tahun.

Mamografi dan USG payudara

Dokter Nina menjelaskan, mamografi merupakan salah satu tes skrining menggunakan sinar-X dosis rendah.

“Metode itu bermanfaat untuk mengetahui perubahan pada payudara yang berpotensi menjadi kanker jauh sebelum timbulnya gejala fisik,” kata dia.

Sejumlah penelitian membuktikan, kanker payudara yang ditemukan saat tes mamografi secara rutin memiliki potensi sembuh lebih tinggi. Kasus ini juga minim perawatan agresif, seperti operasi pengangkatan seluruh payudara (mastektomi), dan kemoterapi.

Jika ditemukan potensi kanker pada mamografi, seseorang biasanya akan diminta menjalani tes lanjutan, seperti USG payudara, untuk mengetahui kondisi yang dicurigai kanker.

Pemeriksaan USG payudara sendiri merupakan pemeriksaan menggunakan gelombang suara, seperti halnya USG kehamilan.

USG dapat menjadi alternatif tes pada perempuan yang berusia lebih muda. Pasalnya, kelompok usia ini umumnya memiliki jaringan payudara yang masih padat sehingga mamografi dirasa kurang ideal.

“USG payudara berguna untuk memeriksa beberapa perubahan pada payudara, seperti benjolan atau gejala lain,” kata dr Nina.

Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Kuningan dr Stefanny, SpB (K), Onk menambahkan, USG membantu mendeteksi area abnormal pada jaringan payudara yang padat dan sulit terlihat pada pemeriksaan mamografi.

“USG juga dapat digunakan untuk pemeriksaan lebih lanjut pada area yang terlihat mencurigakan setelah pemeriksaan mamografi,” ujar dr Stefanny.

Lewat pemeriksaan USG payudara, lanjut dia, dokter dapat membedakan massa berisi cairan, seperti kista, dan massa padat yang mungkin memerlukan pengujian lebih lanjut.

Sebagai informasi, pemeriksaan mamografi dan USG payudara dapat dilakukan secara tepat di fasilitas kesehatan yang unggul, seperti di pusat layanan kanker terpadu Oncology Center Mayapada Hospital.

Yuk, segera deteksi risiko kanker payudara lebih awal di Oncology Center Mayapada Hospital bersama dengan tim dokter multispesialis yang didukung oleh teknologi, fasilitas, dan peralatan medis terkini.

Dalam penanganan berbagai kasus dan kompleksitas penyakit kanker, Mayapada Hospital memiliki layanan unggulan Oncology Center berstandar internasional dan terakreditasi internasional JCI

Layanan tersebut berada di seluruh unit Mayapada Hospital yang tersebar di Jakarta Selatan, Tangerang, Kuningan, Bogor, Surabaya, dan Bandung.

Oncology Center Mayapada Hospital didukung oleh kolaborasi tim dokter spesialis dan subspesialis yang tergabung dalam Tumor Board dengan patient navigator.

Layanan itu didukung oleh fasilitas terkini untuk memberikan outcome terbaik bagi pasien dalam hal ketepatan dan kecepatan pengobatan.

Seperti diketahui, pasien ataupun keluarga pasien kerap merasa kebingungan dengan langkah perawatan yang harus dijalani. Bahkan, pasien sering merasa kehilangan semangat untuk berjuang melawan kanker.

Kehadiran patient navigator di Oncology Center Mayapada Hospital diharapkan dapat memberikan informasi dan pendampingan guna memotivasi pasien untuk sembuh.

Tumor Board dan patient navigator pada layanan Oncology Center Mayapada Hospital menjadi bukti komitmen dari Mayapada Healthcare Group untuk terus memberikan pengalaman patient journey yang lebih baik, aman, dan berkualitas

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com