Industri pop

Belajarlah Pop sampai Negeri Korea

Kompas.com - 13/05/2012, 02:14 WIB

Budi Suwarna

Sejak gelombang pop Korea melanda, apa pun produk Korea dianggap bagus belaka. Orang berebut membeli krim wajah, roti, dan stroberi yang dikonsumsi para bintang Korea. Inilah keberhasilan Korea mengintegrasikan potensi kreatifnya. 

Sosok penyanyi Korea Jay Park masih berupa bayang-bayang di pojok panggung. Akan tetapi, hal itu sudah cukup memancing sorak sekitar 1.000 penonton konser promo album New Breed Jay Park yang digelar Universal Music Indonesia dan SCTV, Kamis (10/5), di Balai Sarbini, Jakarta. Mereka serempak berteriak, ”Jay Park... Jay Park... Jay Park.”

Ketika sang bintang benar-benar hadir di depan mata, arena konser meledak dalam sorak. Jay Park menyambut jeritan penonton dengan lagu hip hop ”Up and Down” yang rancak. Jay Park ditemani empat penari latar. Gerakan mereka sensual dan bertenaga.

Semua yang dilakukan Jay Park di atas panggung tampak serba terencana, termasuk ketika dia menyingkap bagian bawah kaus oblongnya sehingga perut kotak-kotaknya sekilas tampak. Hadiah kecil yang membuat penonton, sebagian besar remaja putri, histeris.

Konser pop Korea (K-Pop) di Indonesia memang selalu heboh dan penuh sorak. Suasana lebih heboh terlihat dalam konser Super Junior, akhir April lalu, di Jakarta. Ribuan penonton berebut berteriak pada kesempatan pertama. Bagaimana bintangbintang K-Pop bisa memancing histeria begitu rupa?

Digembleng

Industri K-Pop tidak main-main. Mereka menggembleng dan memoles artisnya bertahun-tahun sebelum dilempar ke pasar. Jay Park, misalnya, menghabiskan waktu 3,5 tahun di pusat pelatihan K-Pop. ”Latihannya sangat keras. Saya belajar dance, nyanyi, akting, dan lain-lain. Namun, yang lebih penting saya belajar etika kerja,” ujar Jay Park dalam wawancara sebelum pentas.

Kompas bertandang ke Rainbow Bridge Artist Agency, tempat pelatihan bintang K-Pop, di Seoul, Korea Selatan, Kamis (3/5) siang. Saat itu, enam laki-laki muda calon bintang K-Pop berlatih koreografi. Pelatih mengoreksi setiap gerakan yang salah. Mereka pun harus mengulang gerakan berkali-kali hingga napas mereka ngos-ngosan.

”Kami berlatih 6-8 jam sehari. Capek, tetapi tidak masalah demi menggapai cita-cita menjadi idola,” ujar Min Hyuk-yoon (21) yang telah berlatih menari sejak kecil. Dia menjalani pelatihan di Rainbow setelah lulus audisi tahun lalu.

Hari itu juga ada sembilan perempuan remaja yang berlatih di Rainbow. Mereka berasal dari sejumlah daerah dan hidup bersama selama mengikuti pelatihan. Nyaris semua ritme hidup calon bintang itu diatur manajemen, mulai dari kapan tidur, bangun, makan, dan latihan. Mereka tidak boleh bepergian, merokok, apalagi minum alkohol. Bertelepon pun dibatasi.

Sejak dua bulan lalu, ada pula 11 anak muda Indonesia yang berlatih di Rainbow. Mereka adalah para finalis acara Galaxy Superstar milik YS Media yang tayang di Indosiar. Seperti calon bintang Korea, mereka harus mengikuti disiplin ketat yang diterapkan Rainbow. ”Gue disuruh diet untuk nurunin berat badan 15 kilogram, ampun deh,” kata Jeje. 

Mencetak bintang

CEO Rainbow Kim Jim-woo mengatakan, saat ini ada sekitar 50 calon bintang yang berlatih di perusahaannya. Mereka umumnya direkrut melalui audisi. Kriterianya adalah suara oke, punya bakat, bisa menari, percaya diri, pintar, berkepribadian baik, dan berpenampilan menarik. ”Setidaknya penampilan masih bisa dikoreksi dengan make up, diet, olahraga, atau operasi plastik,” kata Jim-woo.

Mereka tinggal dipoles dan dibuatkan konsep. Semua biaya penggemblengan calon bintang ditanggung Rainbow. Jim-woo mengatakan, biaya yang dikeluarkan Rainbow untuk mencetak bintang mulai dari nol hingga menelurkan single pertama mencapai 200 juta won-1 miliar won atau Rp 1,6 miliar-Rp 8 miliar.

”Itu baru biaya hidup, pelatihan, serta pembuatan album dan klip. Biaya promosi dan marketing bisa lebih besar lagi,” ujar Jim-woo yang perusahaannya ikut andil menangani B2ST, C-REAL, 4minutes, dan G.NA.

Agen atau manajemen artis yang lebih besar, seperti SM, JYP, YG, dan Cube, menurut Jim-woo, berani mengeluarkan biaya penggemblengan dan pemolesan dua kali lipat. Namun, keuntungannya juga lebih besar. Jim-woo memberi gambaran, Super Junior yang berada di bawah manajemen SM setiap tahun bisa mencetak keuntungan 100 miliar won atau sekitar Rp 800 miliar. 

Keajaiban kedua

Industri K-Pop yang dibangun sejak 1990-an kini sedang menuai hasil. Gelombang K-Pop benar-benar membuat demam jutaan orang di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.

”Citra Korea pun ikut terangkat. Kalau dulu orang mengingat Korea karena Perang Korea, kini orang mengingat Korea karena K-Pop. Ini keajaiban kedua setelah kami berhasil membangun Korea dari reruntuhan perang saudara,” ujar Je Sang-weon, Direktur Tim Pariwisata Hallyu, di Korea Tourism Organization.

Seturut menguatnya citra Korea, kata Sang-weon, jutaan turis asing menyerbu Korea pada dua hingga tiga tahun terakhir. Sebelum gelombang Korea melanda dunia, turis asing yang datang setiap tahun ”hanya” 6 juta-7 juta orang. Pada 2011, turis asing mencapai hampir 10 juta orang. ”Sebagian turis datang untuk melihat tempat pelatihan artis K-Pop dan tempat shooting sinetron,” tutur Sang-weon.

Tidak hanya itu, pesona para bintang juga berimbas pada banyak produk konsumsi asal ”Negeri Ginseng” itu. Krim wajah yang dipakai bintang Korea untuk memelihara kulit mulus mereka laris manis diborong turis Asia. Tiga perempuan asal Jakarta, misalnya, pekan lalu memborong belasan blemish balm cream (BB cream) dan kuteks produksi rumah kosmetik Korea yang menjadikan aktor sinetron Jang Geun-suk sebagai model.

Roti Korea diburu setelah sinetron Bread Love and Dreams tayang di sejumlah negara. Buah pir, stroberi, dan jeruk dari Korea kini dengan gampang melenggang ke sejumlah negara. ”Banyak orang yang ingin mencicipi rasa pir dan stroberi yang dimakan bintang K-Pop pujaan mereka,” kata Sang-weon.

Apa yang dinikmati Korea saat ini adalah buah dari keberhasilan negeri itu mengintegrasikan hampir semua potensi kreatif ke dalam paket industri gaya hidup yang kini melanda dunia, termasuk Indonesia. Apa pun produk dari Korea dinilai bagus belaka.

”Ini menunjukkan pengaruh industri K-Pop luar biasa,” ujar Louis Go, Marketing Komunikasi YS Media.

Bagaimana Indonesia? I-Pop? Kalau ingin gelombang Indonesia melanda dunia, ada baiknya belajar dari Korea.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau