Sejak gelombang pop Korea melanda, apa pun produk Korea dianggap bagus belaka. Orang berebut membeli krim wajah, roti, dan stroberi yang dikonsumsi para bintang Korea. Inilah keberhasilan Korea mengintegrasikan potensi kreatifnya.
Sosok penyanyi Korea Jay Park masih berupa bayang-bayang di pojok panggung. Akan tetapi, hal itu sudah cukup memancing sorak sekitar 1.000 penonton konser promo album New Breed Jay Park yang digelar Universal Music Indonesia dan SCTV, Kamis (10/5), di Balai Sarbini, Jakarta. Mereka serempak berteriak, ”Jay Park... Jay Park... Jay Park.”
Ketika sang bintang benar-benar hadir di depan mata, arena konser meledak dalam sorak. Jay Park menyambut jeritan penonton dengan lagu hip hop ”Up and Down” yang rancak. Jay Park ditemani empat penari latar. Gerakan mereka sensual dan bertenaga.
Semua yang dilakukan Jay Park di atas panggung tampak serba terencana, termasuk ketika dia menyingkap bagian bawah kaus oblongnya sehingga perut kotak-kotaknya sekilas tampak. Hadiah kecil yang membuat penonton, sebagian besar remaja putri, histeris.
Konser pop Korea (K-Pop) di Indonesia memang selalu heboh dan penuh sorak. Suasana lebih heboh terlihat dalam konser Super Junior, akhir April lalu, di Jakarta. Ribuan penonton berebut berteriak pada kesempatan pertama. Bagaimana bintangbintang K-Pop bisa memancing histeria begitu rupa?
Industri K-Pop tidak main-main. Mereka menggembleng dan memoles artisnya bertahun-tahun sebelum dilempar ke pasar. Jay Park, misalnya, menghabiskan waktu 3,5 tahun di pusat pelatihan K-Pop. ”Latihannya sangat keras. Saya belajar dance, nyanyi, akting, dan lain-lain. Namun, yang lebih penting saya belajar etika kerja,” ujar Jay Park dalam wawancara sebelum pentas.
Kompas
”Kami berlatih 6-8 jam sehari. Capek, tetapi tidak masalah demi menggapai cita-cita menjadi idola,” ujar Min Hyuk-yoon (21) yang telah berlatih menari sejak kecil. Dia menjalani pelatihan di Rainbow setelah lulus audisi tahun lalu.
Hari itu juga ada sembilan perempuan remaja yang berlatih di Rainbow. Mereka berasal dari sejumlah daerah dan hidup bersama selama mengikuti pelatihan. Nyaris semua ritme hidup calon bintang itu diatur manajemen, mulai dari kapan tidur, bangun, makan, dan latihan.
Sejak dua bulan lalu, ada pula 11 anak muda Indonesia yang berlatih di Rainbow. Mereka adalah para finalis acara Galaxy Superstar milik YS Media yang tayang di Indosiar. Seperti calon bintang Korea, mereka harus mengikuti disiplin ketat yang diterapkan Rainbow. ”Gue disuruh diet untuk nurunin berat badan 15 kilogram, ampun deh,” kata Jeje.
CEO Rainbow Kim Jim-woo mengatakan, saat ini ada sekitar 50 calon bintang yang berlatih di perusahaannya. Mereka umumnya direkrut melalui audisi. Kriterianya adalah suara oke, punya bakat, bisa menari, percaya diri, pintar, berkepribadian baik, dan berpenampilan menarik. ”Setidaknya penampilan masih bisa dikoreksi dengan make up, diet, olahraga, atau operasi plastik,” kata Jim-woo.
Mereka tinggal dipoles dan dibuatkan konsep. Semua biaya penggemblengan calon bintang ditanggung Rainbow. Jim-woo mengatakan, biaya yang dikeluarkan Rainbow untuk mencetak bintang mulai dari nol hingga menelurkan single pertama
”Itu baru biaya hidup, pelatihan, serta pembuatan album
Agen atau manajemen artis yang lebih besar, seperti SM, JYP, YG, dan Cube, menurut Jim-woo, berani mengeluarkan biaya
Industri K-Pop yang dibangun sejak 1990-an kini sedang menuai hasil. Gelombang K-Pop benar-benar membuat demam jutaan orang di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.
”Citra Korea pun ikut terangkat. Kalau dulu orang mengingat Korea karena Perang Korea, kini orang mengingat Korea karena K-Pop. Ini keajaiban kedua setelah kami berhasil membangun Korea dari reruntuhan perang saudara,” ujar Je Sang-weon, Direktur Tim Pariwisata Hallyu, di Korea Tourism Organization.
Seturut menguatnya citra Korea, kata Sang-weon, jutaan turis asing menyerbu Korea pada dua hingga tiga tahun terakhir. Sebelum gelombang Korea melanda dunia, turis asing yang datang setiap tahun ”hanya” 6 juta-7 juta orang. Pada 2011, turis asing mencapai hampir 10 juta orang. ”Sebagian turis datang untuk melihat tempat pelatihan artis K-Pop dan tempat shooting sinetron,” tutur Sang-weon.
Tidak hanya itu, pesona para bintang juga berimbas pada banyak produk konsumsi asal ”Negeri Ginseng” itu. Krim wajah yang dipakai bintang Korea untuk memelihara kulit mulus mereka laris manis diborong turis Asia. Tiga perempuan asal Jakarta, misalnya, pekan lalu memborong belasan blemish balm
Roti Korea diburu setelah sinetron Bread Love and Dreams tayang di sejumlah negara. Buah pir, stroberi, dan jeruk dari Korea kini dengan gampang melenggang ke sejumlah negara. ”Banyak orang yang ingin mencicipi rasa pir dan stroberi yang dimakan bintang K-Pop pujaan mereka,” kata Sang-weon.
Apa yang dinikmati Korea saat ini adalah buah dari keberhasilan negeri itu mengintegrasikan hampir semua potensi kreatif ke dalam paket industri gaya hidup yang kini melanda dunia, termasuk Indonesia. Apa pun produk dari Korea dinilai bagus belaka.
”Ini menunjukkan pengaruh industri K-Pop luar biasa,” ujar Louis Go, Marketing Komunikasi YS Media.
Bagaimana Indonesia? I-Pop? Kalau ingin gelombang Indonesia melanda dunia, ada baiknya belajar dari Korea.