KOMPAS.com - Sebagai salah satu ajang lari bergengsi di Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Surabaya Medic Air Run 2025 sukses menuai antusiasme besar dari masyarakat.
Sayangnya, tidak sedikit peserta yang mengalami cedera ringan saat mengikuti ajang tersebut.
Cedera memang jadi hal yang sering ditemukan pada banyak pelari usai mengikuti ajang maraton di mana pun, termasuk Surabaya Medic Air Run 2025.
Dokter Spesialis Ortopedi (Tulang dan Traumatologi) Mayapada Hospital Surabaya dr Reyner Valiant Tumbelaka MKedKlin, SpOT, mengatakan, cedera terjadi karena tubuh bakal mengalami kelelahan ekstrem akibat energi besar yang dikeluarkan setelah maraton.
Akibatnya, risiko cedera jadi meningkat. Terlebih, jika teknik lari yang digunakan kurang tepat, mengenakan pakaian atau sepatu yang tidak sesuai, dan memiliki riwayat cedera sebelumnya.
“Cedera yang tersering dialami pelari, di antaranya ankle sprain atau terkilir (keseleo), runner’s knee atau patellofemoral pain syndrome (PFPS), iliotibial band syndrome (ITBS), plantar fasciitis, dan meniscus injury,” ujar dr Reyner dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (19/5/2025).
Dokter Reyner menambahkan, ankle sprain atau terkilir (keseleo) menjadi jenis cedera yang sering ditemukan pada pelari pasca-maraton. Sayangnya, jenis cedera ini malah sering diremehkan sehingga dapat terjadi terus-menerus.
Beberapa pelari juga mengeluhkan nyeri di bagian depan lutut atau dikenal dengan runner’s knee dan PFPS.
Cedera tersebut sering disamakan dengan jumper’s knee atau patellar tendinopathy yang terjadi di bawah tempurung lutut akibat peradangan pada tendon (jaringan) yang menghubungkannya dengan tulang kering.
Tidak hanya itu, pelari juga kerap mengalami nyeri di sisi samping luar lutut atau disebut ITBS.
Jenis cedera tersebut terjadi akibat peradangan pada iliotibial band atau jaringan yang membentang dari area pinggul hingga ke bagian luar lutut.
Rasa nyeri biasanya muncul saat berlari di lintasan menurun atau setelah menempuh jarak yang cukup jauh.
Ada pula juga cedera plantar fasciitis, peradangan pada bagian plantar fascia atau jaringan tebal di bawah telapak kaki yang menghubungkan tumit dengan jari-jari kaki.
“Salah satu gejala khas saat mengalami peradangan di area itu adalah munculnya rasa nyeri yang tajam di bagian bawah tumit. Utamanya, ketika melangkah pertama kali di pagi hari setelah bangun tidur,” ucap dr Reyner.
Dokter Spesialis Ortopedi Konsultan Cedera Olahraga Mayapada Hospital Surabaya Prof DR dr Dwikora Novembri Utomo, SpOT(K) turut menjelaskan jenis cedera lainnya.
Salah satunya adalah cedera meniskus atau cedera bantalan lutut yang biasanya tidak bergejala.
"Meniskus merupakan jaringan bantalan di rongga sendi lutut yang berperan meredam hentakan saat berlari. Jika otot tungkai melemah, beban yang diterima lutut menjadi tidak seimbang. Ini jadi meningkatkan risiko kerusakan pada meniskus akibat tekanan berlebih," jelas dr Dwikora.
Baca juga: Cegah Cedera dan Tingkatkan Kebugaran dengan Cross-Training Setelah Maraton
Macam penanganan cedera
Apakah Anda sedang mengalami salah satu dari cedera di atas? Bila iya, Anda tidak perlu khawatir.
Sebab, cedera dapat menjadi pelajaran berharga untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik pada kompetisi berikutnya.
Jika baru saja mengalami cedera, penanganan awal dapat dilakukan dengan rest (istirahat), ice (kompres es), compress (balut tekan), dan elevate (tinggikan bagian yang cedera) atau biasa disebut RICE.
Metode tersebut efektif dilakukan dalam waktu 24 hingga 36 jam pertama setelah cedera terjadi.
Jika cedera semakin parah dan muncul gejala, seperti bengkak yang membesar, nyeri makin terasa, muncul benjolan atau bentuk sendi terlihat berbeda, segera konsultasikan ke dokter untuk ditangani, baik secara non-operatif maupun operatif.
Hal itu juga berlaku jika Anda mengalami gejala lainnya, mulai dari terdengar bunyi saat digerakkan, badan terasa lemah sampai susah bergerak, kehilangan keseimbangan, sulit bernapas, hingga demam.
Menurut Dokter Spesialis Ortopedi (Tulang dan Traumatologi) Konsultan Cedera Olahraga Mayapada Hospital Jakarta Selatan dr Sapto Adji Harjosworo, SpOT(K), penanganan cedera non-operatif biasanya meliputi pemberian obat pereda nyeri dan pembatasan gerak dengan bidai atau gips.
Penanganan lain juga bisa dilakukan melalui rehabilitasi, seperti terapi pijat, stimulasi, dan latihan gerak bertahap.
Sementara itu, penanganan operatif dilakukan dengan artroskopi dengan metode minimal invasif.
“Teknik ini memungkinkan dokter mendiagnosis sekaligus menangani masalah dalam sendi melalui sayatan kecil agar rasa nyeri lebih ringan, risiko infeksi lebih rendah, dan proses pemulihan jadi lebih cepat,” kata dr Sapto.
Untuk pemulihan cedera pasca-maraton, Mayapada Hospital Surabaya sebagai partner utama memberikan berbagai layanan pendukung, seperti pemeriksaan EKG dan medical check up (MCU) bagi pelari serta VO2 max.
Anda juga juga dapat berkonsultasi dengan dokter ahli lewat layanan komprehensif Sport Injury Treatment and Performance Center (SITPEC) Mayapada Hospital yang berfungsi untuk membantu peningkatan performa fisik setelah maraton.
Layanan tersebut dilengkapi fasilitas modern, seperti gym, VO2 max, dan body composition analysis.
Konsultasi dengan dokter di SITPEC Mayapada Hospital dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun melalui aplikasi MyCare.
Lewat aplikasi itu, Anda dapat menentukan jadwal pemeriksaan dan mengakses layanan kegawatdaruratan dengan mudah.
Aplikasi tersebut juga dilengkapi fitur Health Articles and Tips yang memuat tip dan informasi seputar olahraga lari.
Ada pula fitur Personal Health yang terhubung dengan Health Access dan Google Fit untuk memantau jumlah langkah harian, kalori yang terbakar, detak jantung, hingga body mass index (BMI).
Unduh MyCare di Google Play Store atau App Store sekarang dan dapatkan poin reward berupa potongan harga bagi pengguna baru untuk berbagai jenis pemeriksaan di seluruh unit Mayapada Hospital.
Baca Juga: Kabar Gembira, Kanker usus besar Bisa Dicegah dan Diobat