KOMPAS.com – Pola hidup dan kebiasaan sehari-hari berperan signifikan dalam menjaga kesehatan organ tubuh, termasuk pankreas.
Sebagai organ vital yang membantu proses pencernaan serta mengatur kadar gula darah, pankreas sering kali luput dari perhatian hingga muncul kondisi peradangan yang dikenal dengan istilah pankreatitis.
Pankreatitis dapat dipicu oleh pola makan yang buruk, konsumsi alkohol, dan berbagai faktor lain. Jika tidak ditangani secara tepat, kondisi ini dapat berkembang menjadi komplikasi serius yang mengganggu fungsi tubuh secara keseluruhan.
Pankreatitis terbagi menjadi dua jenis berdasarkan durasi dan intensitasnya. Jenis pertama adalah pankreatitis akut.
Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hati dan Saluran Cerna di Mayapada Hospital Bandung dr Lukas Mulyono Samuel, SpPD-KGEH, pankreatitis akut merupakan peradangan yang terjadi secara tiba-tiba dan menimbulkan rasa nyeri hebat.
“Pankreatitis akut biasanya ditandai dengan nyeri di bagian tengah perut, tetapi bisa juga terasa di sisi kanan atau kiri. Rasa sakit ini dapat menjalar ke dada dan punggung, serta memburuk saat berbaring setelah makan, terutama setelah mengonsumsi makanan berlemak,” jelas dr Lukas dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (19/5/2025).
Gejala lain yang bisa menyertai di antaranya adalah demam, gangguan pencernaan, diare, mual, muntah, serta perut yang tampak membengkak dan nyeri saat disentuh.
Pada beberapa kasus, lanjut dr Lukas, kulit dan mata penderita bisa menguning. Kondisi ini menandakan gangguan pada hati atau saluran empedu. Selain itu, penderita juga bisa mengalami peningkatan detak jantung secara tidak normal atau takikardia.
Dokter Lukas mengatakan bahwa gejala tersebut dapat dipicu oleh berbagai penyebab. Salah satunya adalah batu empedu yang menyumbat saluran pankreas dan memicu peradangan.
“Sekitar 40 persen kasus pankreatitis akut disebabkan oleh batu empedu, sedangkan 30 persen lain dipicu oleh konsumsi alkohol berlebihan. Selain itu, pankreatitis juga dapat terjadi karena faktor genetik, seperti cystic fibrosis, kadar trigliserida yang tinggi, efek samping obat-obatan tertentu, atau bahkan infeksi virus,” papar dia.
(Baca juga: Kabar Gembira, Kanker usus besar Bisa Dicegah dan Diobati)
Jenis kedua adalah pankreatitis kronis, yakni kondisi yang berkembang secara perlahan dan menyebabkan kerusakan permanen pada pankreas.
Penderita pankreatitis kronis kerap mengalami nyeri perut yang berat dan berulang. Kondisi ini biasanya terasa seperti terbakar di bagian tengah atau kiri perut dan bisa menjalar hingga ke punggung.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterohepatologi Mayapada Hospital Tangerang dr Hendra Nurjadin, SpPD-KGEH menjelaskan bahwa kerusakan pankreas pada pankreatitis kronis bisa menghentikan fungsi organ tersebut
“Dengan demikian, produksi hormon insulin dan enzim pencernaan terganggu. Hal ini bisa menyebabkan komplikasi serius seperti diabetes dan gangguan pencernaan,” ucap dr Hendra.
Pemeriksaan dan metode diagnosis
Pankreatitis dapat terdeteksi melalui berbagai pemeriksaan medis secara menyeluruh. Beberapa di antaranya adalah tes darah untuk mengukur kadar enzim pencernaan, seperti amilase dan lipase, yang biasanya meningkat saat terjadi peradangan.
Selain itu, pemeriksaan penunjang, seperti USG, CT Scan, MRI, dan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) juga kerap dilakukan.
“ERCP merupakan prosedur medis yang menggabungkan teknik endoskopi dan pencitraan sinar-X untuk mendeteksi adanya batu empedu atau menilai tingkat keparahan pankreatitis. Prosedur ini umumnya direkomendasikan untuk kasus pankreatitis akut yang disebabkan oleh batu empedu,” jelas dr Hendra.
(Baca juga: Mengenal DVT, dari Gejala Awal hingga Penanganan Trombektomi)
Dalam prosedur ERCP, dia melanjutkan, dokter akan menggunakan selang tipis yang dilengkapi kamera (endoskop) dan memasukkannya melalui mulut hingga ke kerongkongan, lambung, dan usus dua belas jari untuk mencapai saluran empedu dan pankreas.
Tak hanya berfungsi untuk mendiagnosis, ERCP juga bisa menjadi tindakan terapeutik.
“Prosedur ini dapat digunakan untuk mengeluarkan atau menghancurkan batu empedu yang menyumbat saluran pankreas. Selain itu, ERCP bisa dilakukan untuk melebarkan saluran yang menyempit, memasang stent, atau mengambil sampel jaringan jika ada dugaan kanker,” tutur dr Hendra.
Pentingnya deteksi dini dan layanan terpadu
Meski penanganan medis telah tersedia, deteksi dini tetap menjadi langkah terbaik untuk mencegah komplikasi.
Bagi masyarakat yang memiliki faktor risiko pankreatitis atau merasakan gejala-gejalanya, pemeriksaan ke fasilitas layanan kesehatan khusus saluran cerna sangat dianjurkan.
Gastrohepatology Center di Mayapada Hospital, misalnya, menghadirkan pelayanan komprehensif untuk deteksi, diagnosis, dan penanganan pankreatitis menggunakan metode mutakhir. Proses pemesanan (booking) layanan juga bisa dilakukan dengan mudah melalui aplikasi MyCare.
Sebagai informasi, aplikasi MyCare menyediakan berbagai informasi dan edukasi kesehatan melalui fitur Health Articles & Tips serta mendukung kenyamanan pasien asuransi, seperti Allianz, melalui layanan rawat jalan dan rawat inap secara cashless di seluruh unit Mayapada Hospital.
Kemudian, pengguna MyCare juga dapat memantau aktivitas kebugaran melalui fitur Personal Health, seperti detak jantung, jumlah langkah kaki, kalori terbakar, dan indeks massa tubuh (BMI).
Adapun aplikasi MyCare dapat diunduh di Google Play Store dan App Store. Pengguna yang baru pertama kali mendaftar juga akan mendapatkan reward point yang bisa digunakan sebagai potongan harga untuk berbagai layanan di seluruh jaringan Mayapada Hospital.