Advertorial

Mana Lebih Penting untuk Runner, Running Pace atau Heart Rate?

Kompas.com - 19/07/2024, 15:22 WIB

KOMPAS.com – Pencinta olahraga lari (runner) tentu familier dengan istilah heart rate (denyut nadi) dan pace (kecepatan). Kedua istilah tersebut merupakan parameter yang umum digunakan pelari untuk menilai kemampuan berlari mereka.

Denyut nadi sendiri merupakan frekuensi detak jantung seseorang per menit. Sementara, pace adalah kecepatan berlari dalam satuan menit per kilometer (km).

Namun, pelari sering kali hanya menggunakan salah satu ukuran, terutama pace. Tak jarang, mereka saling berlomba membandingkan pace dengan pelari lain. Padahal, pace dan heart rate merupakan dua elemen tak terpisahkan untuk memperoleh kemajuan performa, baik selama latihan maupun dalam kompetisi.

Jelang ajang maraton Pocari Sweat Run Indonesia 2024, runner wajib tahu bagaimana cara menyeimbangkan keduanya supaya dapat berlari dengan optimal.

Pada kondisi normal, heart rate dan running pace bergerak beriringan. Ketika seseorang berlari dalam kecepatan normal, misalnya berlari santai, maka denyut nadi cenderung stabil.

Baca Juga: Kembali Jadi Official Hospital Partner Pocari Sweat Run 2024, Berikut Layanan yang Dihadirkan Mayapada Hospital

Jika pace lari ditingkatkan, maka denyut nadi dapat tetap stabil (bila pelari tersebut sangat bugar) atau meningkat secara bertahap.

Namun, ada kalanya heart rate melonjak drastis dengan pace yang hanya meningkat sedikit, atau heart rate tetap bertahan tinggi meski pace sudah diturunkan. Hal ini menjadi indikasi bahwa heart rate dan pace belum seimbang. Alhasil, tubuh bekerja sangat keras dan membutuhkan energi lebih besar untuk mempertahankan pace tersebut.

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr Taufan Favian Reyhan, SpKO, memberikan penjelasan beberapa faktor yang memengaruhi tingginya heart rate.

Dokter Taufan menjelaskan, faktor yang dapat memengaruhi kecepatan penurunan denyut nadi adalah suhu panas, kelembaban, dehidrasi, dan tanjakan saat berlari.

“Faktor-faktor tersebut menyebabkan jantung bekerja lebih keras dan lebih cepat untuk kompensasi meskipun sedang berlari pada pace yang lebih lambat,” ujar dr Taufan dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (19/7/2024).

Baca Juga: Penting buat Peserta Pocari Sweet Run 2024, Penuhi Kecukupan Nutrisi dan Hidrasi

Meski begitu, lanjut dr Taufan, runner tidak perlu khawatir. Kondisi itu dapat diperbaiki dan justru dapat menjadi target untuk latihan berikutnya.

Misalnya, pelari berlatih untuk 5K dengan target waktu 30 menit. Artinya, runner harus dapat berlari dengan pace 6 menit per km selama 30 menit secara konsisten.

“Pada awal latihan, bisa saja denyut nadi mulai melonjak selama 15 menit. Namun, bila berlatih secara konsisten, maka dalam beberapa minggu denyut nadi akan mulai konsisten. Setelah itu, pelari dapat menantang dirinya sendiri untuk meningkatkan pace menjadi 5 menit per km. Denyut nadi akan meningkat kembali dan itu menjadi target latihan baru, begitupun seterusnya,” jelas dr Taufan.

Pada dasarnya, memiliki pace yang cepat memang menjadi target bagi sebagian besar pelari.

Merespons hal itu, Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Mayapada Hospital Kuningan dr Elsye SpKO, mengingatkan hal penting bagi pelari untuk mengetahui dan mengatur denyut nadi yang aman.

Baca Juga: Jantung Berdebar Tak Karuan saat Berolahraga? Ini Rahasia Olahraga Aman untuk Penderita Aritmia

Dokter Elsye mengatakan, pelari dapat mengukur denyut nadi maksimal (DNM) menggunakan rumus 220 dikurangi usia.

“Sebagai contoh, jika seseorang berusia 40 tahun, maka denyut nadi maksimal berada di angka 180. Alangkah baiknya tetap berlari dengan pace yang nyaman dan heart rate di zona aman, terutama ketika berlari jarak jauh,” jelasnya.

Berdasarkan paparan dokter ahli kesehatan olahraga tersebut, kini runner tahu bahwa heart rate dan running pace adalah dua hal yang harus diseimbangkan.

Melatih keseimbangan antara keduanya memang tidak mudah. Oleh karena itu, ada baiknya pelari dipandu oleh pelatih profesional atau berkonsultasi dengan dokter spesialis kedokteran olahraga sebelum memulai olahraga lari, termasuk mengikuti Pocari Sweat Run Indonesia 2024 yang akan digelar di Bandung pada 20-21 Juli 2024.

Baca Juga: Runners Wajib Tahu, Pelajari Metode RICE untuk Pertolongan Pertama Ketika Cedera

Jika runner tengah bersiap mengikuti event tersebut, Mayapada Hospital siap mengawal Anda untuk #saferunning.

Untuk diketahui, Mayapada Hospital kembali didapuk sebagai official hospital partner untuk Pocari Sweat Run Indonesia 2024.

Mayapada Hospital memiliki layanan Sports Injury Treatment and Performance Center (SITPEC) yang dikhususkan bagi para atlet dan sport enthusiast untuk penanganan cedera dan meningkatkan performa olahraga.

Layanan tersebut didukung oleh tim dokter multidisiplin, mulai dari dokter spesialis kedokteran olahraga, ortopedi dan traumatologi, kedokteran fisik dan rehabilitasi, gizi klinik, hingga jantung dan pembuluh darah.

Kehadiran dokter spesialis tersebut membantu Anda mendapat rekomendasi olahraga yang baik bagi jantung, serta fisioterapis olahraga jika Anda dalam proses pemulihan pasca-cedera olahraga.

Mendukung #saferunning dalam perhelatan Pocari Sweat Run Indonesia 2024, Mayapada Hospital dan Pocari Sweat juga bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran para runner dan memastikan kesiapan diri masing-masing peserta.

Hal itu diwujudkan dengan menghadirkan Self Health Assessment, yaitu formulir asesmen mandiri dengan beberapa pertanyaan seputar kondisi dan riwayat kesehatan.

Asesmen tersebut perlu diisi setiap runner yang akan mengikuti offline event untuk mengetahui dan menilai kesiapan mereka sebelum mengikuti ajang Pocari Sweat Run Indonesia 2024.

Selain itu, Mayapada Hospital juga menyediakan paket Medical Check Up (MCU) Runner yang dapat dilakukan di seluruh unit Mayapada Hospital, serta fasilitas pemeriksaan rekam jantung (EKG) gratis khusus di stan Mayapada Hospital selama Race Expo berlangsung.

Tunggu apa lagi runner? Siapkan diri dengan optimal dan bersiaplah untuk #saferunning!

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau